Esai

Teringat Orangtua Saat Akan Wuquf

PERSIAPAN Armina, Arafah, Muzdalifah dan Mina. Sebagai puncak haji, butuh persiapan maksimal agar ibadah haji juga maksimal.

Penantian panjang bagi jamaah yang sudah datang sebulan lalu akan berakhir. Saatnya akan datang wuquf di Arafah, mabit di muzdalifah dan melontar jumrah di Mina.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

Puncak haji yang ditunggu semua jamaah saat ini. Saat dimana, jutaan manusia berkumpul di satu tempat bernama Arafah. Saat di mana ampunan Allah diberikan.

Beberapa hari sebelum hari “H” ketua kloter selalu mengingatkan agar hemat energi. Hemat tenaga. Karena puncak haji akan datang butuh tenaga ekstra.

“Tunda yang mau ke masjidnya dulu, karena kita butuh banyak tenaga,” katanya kepada jamaah.

Kami pun mengamininya. Bersantai sambil menyiapkan bekal yang akan kita bawa menginap beberapa hari di Armina. Katanya, ga usah banyak bekal yang dibawa. Cukup beberapa potong pakaian dan makanan.

“Yang penting bekal keimanan harus benar-benar siap,” kata temen pemandu jamaah.

Saya naik ke rooftop di maktab. Tempat ini di khususkan untuk menjemur pakaian. Ada sedikit ruang untuk duduk, dan melihat ke bawah. Melihat aktifitas jamaah di Alhijra Street di bawah hotel.

Entah dorongan apa, ketika suasana seakan sangat bersahabat. Hembusan angin sangat indah. Apakah ini ribuan malaikat yang juga sudah bersiap-siap mencatat wuquf? Ya Allah, aura haji ini benar-benar sudah terasa.

Saya seakan tergugah, dalam hati memanggil bapak-ibu, untuk mengharap ridhonya. Bapak-ibu yang belum bisa merasakan aura wuquf. Bapak-ibu yang demikian merindu bisa ke tanah suci ini.

Ayah saya almarhum adalah pengajar agama, juga pengajar manasik haji/umroh di kampung. Sampai meninggal beliau belum diberi kesempatan bisa umroh atau haji. Di tas kecilnya, selalu terselip buku manasik dari departemen agama. Sudah lusuh, tetapi masih selalu digunakan. Wujud kerinduan yang mendalam dari seorang ustadz kampung.

Ibu saya almarhumah juga begitu. Meski ibu sudah lebih beruntung karena sudah sempat umroh beberapa saat setelah ayah meninggal. Tapi beliau belum berhaji.

Tak terasa airmata mengembang. Mengingat kerinduan kedua orangtua kami. Wahai udara Misfalah, yang mungkin kalian udara yang sama yang sudah membantu menemani Rasulullah di sini. Sampaikan salam kami kepada orangtua hamba.

Setelah lega, kami turun lagi ke kamar. Diantara kami jamaah tampak juga lebih banyak diam. Mereka tampaknya juga mengalami kegalauan sama dengan saya saat menghadapi saat wuquf.

Labbaik allahumma labbaik…

Semoga besok agenda ke Arafah dilancarkan. Semua jamaah bisa melalui puncak haji dengan kelengkapan rukun dan tentu, agar meraih ridho dengan haji yang mabrur. Allahumma amien.

 

Penulis : Chotim Wibowo (IPHI Kota Bekasi)

Esai

‘Ya Allah, ini putaran terakhir kami. maka ampunilah kami, ampunilah jika selama kami menjadi tamu di sini tak bisa menjadi tamu yang baik. Ampunilah kami, dan terimalah haji kami, dan jadikan haji kami haji yang mabrur.’

Esai

“Sampaikan rindu saya, jika diantara kalian, ada yang pernah menjadi mulia karena menjadi tapakan Rasulullah. Sampaikan rindu kami,” bisik saya.

Esai

“Ah, enak sekali. Suasana haji ini demikian merindukan. Doa kami, semoga kami bisa kembali lagi ke sini”.

Exit mobile version