Esai

Nilai Agung

Imam Trikarsohadi (Pemimpin Redaksi)

Sabtu 9 April 2022, saya didaulat senior saya dalam tata pergaulan intelektual dan pengajian untuk terlibat serta dalam kegiatan pelatihan master fo ceremony para penyandang disabilitas. Senior saya ini adalah pembina Lembaga Pemberdayaan Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Indonesia (LPTKPDI) yang menggelar kegiatan tersebut.

Kebetulan hari itu saya agak rajin sedikit,  dan tiba di lokasi acara agak cepat dari jadwal, sehingga dari parkiran mobil saya bisa melihat satu demi satu para peserta berdatangan, mereka adalah para penyandang disabiltas fisik dan sensorik netra yang datang dari berbagai penjuru Jabodetabek. Saya hampiri beberapa diantaranya sebagai kesantunan bumi seraya bertanya berasal darimana saja.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

Dari percakapan sebelum acara berlangsung itu, saya menangkap sinyal semangat yang eksotik dari mereka untuk mengikuti pelatihan. Gairah itu bertambah terasa ketika waktu sholat dzuhur tiba. Sonder basa-basi mereka bersemangat berwudhu, padahal di tempat itu tak ada tempat khusus berwudhu, jadi bisa dibayangkan; bagi saya  saja agak repot berwudhu, apalagi bagi mereka. Tapi tak ada keluh kesah, mereka berwudhu dan sholat dzuhur dengan penuh semangat.

Sejurus kemudian, acara pelatihan pun berlangsung, dan meski dalam bulan suci Ramadhan, mereka begitu antusias mengikuti pelatihan dan melakukan seluruh instruksi nara sumber/instruktur  dengan sungguh-sungguh. Dan, ini yang memantik minat  saya lebih jauh untuk mengamati semangat mereka, sebab itu saya pun betah bertahan sejak pukul 13.00 WIB hingga acara usai yang ditutup dengan buka puasa bersama dan sholat maghrib berjam’ah.

Intinya, selama acara pelatihan berlangsung–diri saya terbelah dua; (1). Telinga mendengarkan materi yag disampaikan para nara sumber—karena memang master of ceremony adalah profesi yang sangat dekat bertetangga dengan core profesi saya, dan (2). Mata saya terus terhujam mengamati seluruh gerak-gerik peserta yang seluruhnya para penyandang disabilitas. Apa sebab? jawabnya ada semangat yang menyala-nyala, ada energi serta  harapan pencapaian yang jika tidak berada ditengah-tengah mereka akan sulit ditangkap. Itu berarti bahwa keterbatasan bukan halangan untuk meraih kesuksesan.

Realitas itu merobohkan stigma negatif sebagian kalangan terhadap para penyandang disabilitas yang identik dengan keterbatasan dan kekurangan.  Padahal di balik itu semua, mereka punya keistimewaan yang bisa memotivasi kita untuk selalu semangat menjalani hidup ini. Setidaknya hal itu saya tangkap dari seluruh peserta yang tentu untuk datang ke lokasi acara tidak sesimpel orang-orang non penyandang disabilitas.

Meskipun memiliki keterbatasan fisik, namun para penyandang disabilitas punya semangat juang yang tinggi, karena bagi mereka keterbatasan bukan alasan untuk tidak mengukir prestasi. Hal ini terbukti dari berbagai macam prestasi yang telah diraih, baik mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis, seni, olahraga dan bidang lainnya. Salah satu contoh paling baru saja misalnya Tim sepakbola penyandang disabilitas Indonesia lolos ke putaran Piala Dunia. Tentu saja, itu adalah buah dari perjuangan yang dilakukan selama ini.

Semangat juang  para penyandang disabilitas ini, tentu bisa dijadikan pemantik   motivasi untuk tetap semangat dan berjuang guna meraih apa yang diinginkan. Apalagi bagi non penyandang disabilitas, mestinya punya  semangat juang yang harus  lebih tinggi lagi.

Ujian bagi penyandang disabilitas tentu jauh lebih berat. Untuk itu, tidak ada alasan untuk mengeluh dan menyerah, apa pun yang dicita-citakan, dengan semangat juang yang tinggi niscaya akan tergapai.

Nilai lain yang bisa saya tangkap adalah bahwa para penyandang disabilitas menjadikan keterbatasan sebagai kekuatan. Keterbatasan fisik bukan halangan bagi mereka untuk tetap berkarya, dan itu berarti mereka tidak  menganggap keterbatasan sebagai beban. Justru dari keterbatasan itu tumbuh  kekuatan.

Akan halnya ihwal kesabaran dalam menghadapi kenyataan, mungkin kita kalah beberapa langkah. Bayangkan, menjalani hidup sebagai seorang penyandang disabilitas  tidak mudah, karena acapkali dicela, dipandang sebelah mata, dan yang destruktif adalah  perlakuan diskriminatif tehadap mereka, namun mereka jalani dengan sabar, dan tetap menjalani hidup sebagaimana mestinya.

Bisa dirasakan betapa berat perjuangan mereka, kesabaran dalam menghadapi ujian sebagai penyandang disabilitas tak semua orang sanggup menjalaninya. Sebab itu, mestinya, bagi yang merasa sempurna secara fisik, bisa mengambil nilai motivasi dari para penyandang disablitas – untuk  lebih bersabar dalam menghadapi masalah dan ujian apapun.

Dan ini istimewa. Dari hasil ramah tamah dan percakapan dengan mereka, saya mendapatkan nilai agung bahwa mereka penuh optimis ditengah berbagai keterbatasannya. Adalah fakta yang sahih bahwa mereka mampu menerima kenyataan dan tetap optimis menjalani hidup dengan penuh semangat.

Optimisme para disabilitas dalam menjalani hidup patut kita jadikan motivasi dalam hidup, supaya kita tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai macam ujian yang datang. Dan jangan lupa untuk selalu bersyukur atas kesempurnaan fisik yang telah Tuhan anugerahkan.

baca juga : https://bekasiguide.com/2022/04/08/makhluk-tri-tunggal/

Lalu, ditengah-tenegah suasana berbuka puasa, secara tandas saya mendengar pecah tawa renyah diantara mereka. Itu pertanda bahwa mereka tetap bisa berbahagia di tengah keterbatasan. Jadi, jika saudara-saudara kita para penyandang disabilitas saja mampu untuk bahagia di tengah keterbatasan yang dimiliki, lantas alasan apa lagi yang akan dijadikan alibi bagi  yang non penyandang disabilitas untuk  bersedih, mengeluh, bergunda gulana atau resah? .

Atas itu semua, saya langsung terkaitkan dengan nilai-nilai Sabar, Ikhlas dan Syukur yang  selalu disampaikan Pembina LPTKPDI, Pak Siswadi. Apa boleh buat, agar qolbu kita sehat, bahagia dan bijaksana, maka apapun ujian dan masalah yang kita hadapi, maka pantik terus sikap sabar, iklas dan syukur dalam diri kita.

Kira-kira itu; nilai nilai agung yang saya dapatkan dari saudara-saudara para penyandang disabilitas.

Oleh : Imam Trikarsohadi (Pemimpin Redaksi)

Esai

‘Ya Allah, ini putaran terakhir kami. maka ampunilah kami, ampunilah jika selama kami menjadi tamu di sini tak bisa menjadi tamu yang baik. Ampunilah kami, dan terimalah haji kami, dan jadikan haji kami haji yang mabrur.’

Esai

“Sampaikan rindu saya, jika diantara kalian, ada yang pernah menjadi mulia karena menjadi tapakan Rasulullah. Sampaikan rindu kami,” bisik saya.

Exit mobile version