Esai

Keteladanan Siti Hajar

Jamaah Haji melakukan Sa'i, atau rangkaian ibadah dalam Haji. Berjalan dan berlari kecil antara bukit Shofa dan Marwa. (Photo: Ilustrasi/Istimewa)

INI tentang Sa’i, atau rangkaian ibadah dalam Haji. Berjalan dan berlari kecil antara bukit Shofa dan Marwa.

Terlepas dari banyaknya peraturan saat ini, kami pernah mengalami saat menjalani Sa’i. Satu hal yang mungkin bisa menjadi bekal bagi para calon haji.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

Sa’i menjadi cerminan kisah Siti Hajar yang gigih berjuang mencari penghidupan. Berlari kecil antara dua bukit yang kondisinya saat itu -pasti- tandus dan terjal.

Dan memang, membayangkan kondisi saat itu bisa menjadikan calon jamaah lebih khusyuk dalam beribadah ini. Jika hanya mengandalkan kondisi saat ini, bisa jadi yang ada hanya enaknya saja. Lantai mulus dan cuaca dingin karena AC.

Saat itu, kondisi dua bukit itu tandus. Bebatuan dan kerikil tajam di kaki tentu. Panas bebukitan juga menjadikan sangat haus.

Misi Siti Hajar saat itu adalah mencari air, mencari bantuan, Karena bayinya, Ismail, tengah membutuhkannya. Sementara hajar mencari air, Ismail ditinggalkan di dekat Ka’bah. Jarak yang tak begitu jauh dari Shafa dan Marwa.

Usaha Hajar ini bisa jadi menjadi pertanyaan. Kenapa dia harus berlarian di dua bukit itu saja? Bukankah secara logika, ketika sekali dua kali menaiki bukit itu tidak menemukan bantuan, maka dia akan beralih ke tempat lain. Bukan lagi kembali mengulang, bahkan sampai tujuh kali.

Tapi inilah ibrah, keteladanan. Hajar tetap kembali ke Marwa, lalu ke shafa dan kembali lagi ke sana. Menemukan air atau bantuan? Tidak. Ya, tidak menemukan.

Tetapi, Allah Maha Kuasa, Allah justru memberikan bantuan air itu ada di dekat ka’bah. Air yang Allah memberi karunia air zam-zam, yang menjadi satu mukjizat kenabian Ismail.

Tahukah kita, bahwa kita diwajibkan berdoa dan berusaha, Maka, Allah akan memberikan rizki itu tak harus dari sana, Allah akan memberikan rizki terbaik, yang mungkin saja tak terbayangkan sebelumnya. Kita hanya tinggal meyakininya.

Saya merenungkan itu, yang kemudian memulai berlari kecil di tanda lampu hijau. “Rabbighfir warham”.. Ya Allah ampuni kami. Larian kecil ini pun kemudian menjadi lebih bermakna saat mendapati track Sa’i yang sudah mulus marmer dan pendingin AC di sepanjang nya.

Saya juga memperhatikan ribuan jamaah yang tengah Sa’i. Diantaranya ada yang berkursi roda, atau juga ada yang menggunakan tongkat. Sementara peluh mereka membasahi wajah dan bajunya.

Saat mengakhiri Sa’i di ujung Marwa, saya menghadapkan wajah dan badan ke Kabah. Saya melambaikan tangan, mengucapkan takbir dan pujian, Bismillahi Allahu Akbar. Kemudian mengecup tangan. Seorang teman kemudian mengakhiri rangkaian umroh dengan memotong rambut saya, bertahalul.

 

Bekasi, 25 Mei 2025

Penulis : Chotim Wibowo (IPHI Kota Bekasi)

Esai

‘Ya Allah, ini putaran terakhir kami. maka ampunilah kami, ampunilah jika selama kami menjadi tamu di sini tak bisa menjadi tamu yang baik. Ampunilah kami, dan terimalah haji kami, dan jadikan haji kami haji yang mabrur.’

Esai

“Sampaikan rindu saya, jika diantara kalian, ada yang pernah menjadi mulia karena menjadi tapakan Rasulullah. Sampaikan rindu kami,” bisik saya.

Exit mobile version