IBADAH haji adalah ibadah yang mewah dan berat. Mewah karena biayanya mahal, dan berat karena perjuangannya memang berat. Tapi, apa ini menjadikan kita berputus asa?
Sebuah informasi bagus di media sosial terkait haji. Ada sosok Penjual Es Dawet dari Sragen ini bisa menjadi penyemangat. Sosok yang tak pernah putus asa. Menabung sejak 13 tahun, dan mendaftar sejak 2012. Dan akhirnya bisa berangkat tahun ini.
Kesungguhan niat diwujudkan Sarwanto, 61, dan Endang. Menabung sejak 2006. Menyisihkan dan bahkan mengutamakan. Sampai akhirnya bisa mendaftar pada 2012. Dan selanjutnya masih menyisihkan Rp1,5 juta perbulan untuk menutup pelunasan.
Allah berkehendak memanggilnya tahun ini melalui kloter 61 Solo yang berangkat pada 19 Mei lusa.
Duh, senangnya mereka. Kerinduan tanah suci akan segera terbayarkan. Kerinduan akan bisa sampai ke tanah suci akan bisa terobati. Tidak ada yang bisa menghalangi jika Allah sudah berkehendak. Termasuk kepada siapa saja yang dikehendakinya bisa berhaji.
Sebagian kita lebih buru-buru menghukumi diri dengan pasrah. Menjatuhkan diri pada kelompok ‘tidak mampu’ sehingga ada alasan tidak bisa berhaji. Keputusan yang sepertinya benar, karena kondisi ekonomi yang sepertinya tidak mungkin.
Tetapi bagaimana dengan penjual es dawet di atas? Bukankah secara lahiriyah dia masuk dalam golongan tidak mampu? Lalu apa bedanya dengan kita?
Jujur kita kaji, Jika ada perbedaan. Dia memiliki niat yang kuat dan ikhtiar yang nyata. Niat menabung dan ikhtiar yang kita yakin tidak mudah. Menyisihkan uang di tengah banyak kebutuhan bukan hal yang ringan.
Pejuang dawet ini kemudian meletakkan tawakkal pada posisi yang benar. Diletakkan setelah ikhtiar yang maksimal. Masalah hasil itu area kewenangan Allah. Termasuk area ‘tidak mampu’ itu kewenangan Nya. Kita tidak bisa menjudge bahwa kita tidak mampu, sedangkan kita belum berikhtiar.
Jika sudah berikhtiar, dan berdoa tentunya, kemudian Allah menetapkan tidak bisa berangkat haji. Maka di situlah Allah menetapkan yang terbaik buat kita.
Kita boleh saja membayangkan pejuang dawet ini, saat keduanya menapakkan kaki pertama kali di tanah suci. Atau membayangkan keduanya tengah menangis di depan Baitullah, mensyukuri hasil perjuangan hingga sampai ke sini,
Semoga kita termotivasi. InsyaAllah.
Bekasi, 14 Mei 2025
Chotim Wibowo (IPHI Kota Bekasi)