Esai

Oligarki versus Politik Pemberdayaan

Oleh : Imam Trikarsohadi

Presiden PKS Ahmad Syaikhu menegaskan partainya tidak akan dijual kepada oligarki atau PKS is not for sale to oligachy. Hal itu disampaikannya saat membuka Rapimnas DPP PKS di Jakarta, Senin 20 Juni 2022.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

Dalam pidato politiknya, Syaikhu menyampaikan tentang banyaknya pihak yang mengganggap uang sebagai faktor yang seolah-olah paling menentukan kemenangan sehingga oligarki berusaha mendekati dan ingin menguasai partai politik.

“Berkaca pada jati diri dan melihat fenomena perpolitikan hari ini, saya ingin bertanya kepada saudara-saudara sekalian. Apakah tetap mempertahankan jati diri atau dalam jebakan oligarki? Jati diri…. Apakah saudara-saudara siap untuk menjaga jati diri PKS? Apakah saudara-saudara siap berjuang untuk meraih kemenangan yang berkah dan bermartabat?,” tanya Syaikhu.

“Siap, merdeka…Allahu Akbar!,” jawab ratusan peserta Rapimnas PKS dengan penuh semangat.

Mendengar jawaban tersebut, Syaikhu merasa bersyukur. Menurutnya, jawaban semacam ini sangat melegakan kader dan simpatisan PKS, bahwa faktor penentu kemenangan tidak semata-mata uang tetapi justru yang paling menentukan adalah hadirnya pertolongan Allah SWT.

Waman Nashru Illa Min Indillah. Oleh karena itu saya perlu tegaskan bahwa PKS is not for sale to oligarchy,” tegas Syaikhu.

Kunci melawan politik uang, lanjut Syaikhu, adalah dengan menghidupkan politik pemberdayaan.

“Binalah masyarakat di sekeliling kita dengan kemampuan yang kita miliki. Sehingga ekonomi mereka semakin baik, hidup mereka semakin sejahtera, pendidikan mereka semakin tinggi, kesehatan mereka semakin prima, dan mereka optimis menyongsong Indonesia ke depan yang lebih baik,” kata Syaikhu.

Ia juga menandaskan ihwal tiga modal dasar PKS untuk meraih kemenangan;  Pertama adalah adanya kader-kader yang militan. Kedua adalah struktur yang solid, dan yang ketiga tentu adanya kerja-kerja bersama di seluruh struktur di PKS.

Bisa jadi, pernyataan Presiden PKS ihwal oligarki merupakan bentuk kritik terhadap realitas yang terjadi. Sebagaimana diketahui, oligarki merupakan istilah untuk pemerintahan yang mana struktur kekuasaannya dikuasai oleh sekelompok kecil orang luar, atau beberapa individu terpilih untuk mengendalikan keputusan para pemimpin atau pemerintah.

Istilah oligarki merupakan kiritik untuk menunjukkan pengaruh orang kaya dan berkuasa dalam politik, serta pemerintahan yang biasanya digunakan untuk menguntungkan diri mereka sendiri.

Oligarki juga dapat merujuk pada kelas orang yang memiliki kekuasaan dalam sistem. Misalnya, sebuah negara dijalankan oleh oligarki yang terdiri dari beberapa cukong yang mendominasi.

Oligarki dibedakan menjadi dua dimensi. Dimensi pertama, oligarki mempunyai suatu dasar kekuasaan serta kekayaan material yang sangat sulit untuk dipecah dan juga diseimbangkan. Sedangkan dimensi kedua menjelaskan bahwa oligarki mempunyai suatu jangkauan kekuasaan yang cukup luas dan sistemik, meskipun mempunyai status minoritas di dalam sebuah komunitas.  Sebab itu, kekuasaan yang oligarki harus mempunyai dasar kekuasaan yang sulit dipecah serta jangkauan yang harus sistemik.

Empat ciri utama  oligarki antara lain, tingkat keterlibatan langsung oligarki dalam pemaksaan hak atas harta dan kekayaan, keterlibatan oligarki pada kekuasaan atau pemerintahan, sifat keterlibatan dalam memaksa apakah kolektif atau terpecah, dan yang terakhir sifat liar atau jinak.

Berdasarkan ciri-ciri tersebut, oligarki dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe; pertama adalah oligarki panglima, yang  muncul dengan kekuasaan yang memaksa atau dengan kekerasan secara langsung. Oligarki panglima mempunyai tentara hingga senjata untuk merebut sumber daya secara langsung kekuasaan milik oligarki lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengumpulan kekayaan dilakukan dengan menaklukan satu panglima dengan panglima lain, akibatnya ancaman yang paling dominan terjadi pada klaim harta daripada pendapatan. Oligarki panglima pernah terjadi pada masa pra sejarah, Eropa zaman pertengahan dan keluarga yang berseteru di Pegunungan Appalachia.

Kedua; Oligarki Penguasa Kolektif,  yang mempunyai kekuasaan serta berkuasa dengan cara kolektif melalui lembaga yang memiliki aturan atau norma. Dalam oligarki ini, para penguasa akan saling bekerja sama dalam mempertahankan kekayaannya dengan cara memerintah suatu komunitas. Oligarki penguasa kolektif bisa ditemukan pada komisi mafia, pemerintahan Yunani-Roma.

Katiga; Oligarki Sultanistik, hal ini  terjadi ketika monopoli sarana pemaksaan terletak pada satu tangan oligarki. Terdapat suatu hubungan antara oligarki (patron-klien) dengan oligarki yang berkuasa. Oligarki sultanistik memberikan wewenang dan juga kekerasan pada penguasa utama saja, sedangkan para oligarki yang lain hanya menggantungkan pertahanan kekayaan serta harta mereka pada oligarki utama atau tunggal.

Keempat; Oligarki Sipil, oligarki yang demikian sepenuhnya tidak bersenjata dan tidak berkuasa langsung. oligarki hanya menyerahkan kekuasaannya kepada suatu lembaga non pribadi dan juga kelembagaan yang mempunyai hukum lebih kuat. Sehingga, oligarki hanya fokus mempertahankan pendapatan dengan cara mengelak dari jangkauan negara dalam meredistribusi kekayaannya. Oligarki Sipil tidak selalu bersifat demokratis serta melibatkan pemilu. Hal ini terjadi di Amerika Serikat dan India di mana oligarki bersifat demokratis secara prosedural, akan tetapi di Singapura dan Malaysia oligarki bersifat otoriter.

Adapun ciri pemerintahan oligarki bisanya ditandai dengan realitas dimana kekuasaan dan uang tak bisa dipisahkan, yang kemudian kedua unsur itu  mempengaruhi masalah politik, motivasi, dan kapasitas, bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan uang.

Ciri lainnya, kekuasaan dikendalikan oleh kelompok kecil masyarakat. Pemerintahan dalam hal ini hanya dikuasai oleh kelompok kecil masyarakat yang memiliki uang, karena mereka akan sangat mudah masuk dalam pemerintahan hanya dengan punya kekayaan, kedudukan dan uang.

Sebab itu, dalam pemerintahan oligarki, orang kaya lebih menonjol ketimbang kelompok lain yang tak punya materi. Hal ini biasanya bakal menimbulkan konflik sosial berkepanjangan di masyarakat. Inilah yang menyebabkan kemiskinan meningkat sementara itu pemimpinnya semakin kaya.

Rentetan lainnya adalah kekuasaan digunakan untuk mempertahankan kekayaan penguasa atau pemimpin, dalam sistem pemerintahan ini hanya memikirkan mempertahankan kekayaan. Hal ini disebabkan, sistem ini menganut siapa yang punya uang dialah yang akan berkuasa, sehingga mempertahankan kekayaan wajib hukumnya agar tetap berkuasa.

Jadi tujuan oligarki hanya mementingkan kekayaan dan kekuasaan. Inilah yang membuat penguasa yang banyak uang bisa terus berkuasa demi meningkatkan pundi-pundi kekayaannya.

Praktik oligarki tentu saja tidak boleh dibirakan terjadi di Indonesia, karena sistem demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia mempunyai tujuan untuk memeratakan kekuasaan serta ekonomi.

Persoalannya kemudian, ternyata, suka atau tidak, realitasnya  demokrasi di Indonesia telah  dikuasai oleh kelompok oligarki, akibatnya sistem demokrasi semakin jauh dari cita-cita serta tujuan untuk memakmurkan rakyat Indonesia.

Ketimpangan ekonomi saat ini semakin  tajam, akibat dari kelompok elit dan oligarki di Indonesia sudah menguasai serta mengontrol sistem demokrasi dan terbentuklah oligarki demokrasi.

Apa boleh buat, dalam jika sistem demokrasi yang sedang berkembang hingga saat ini, oligarki justru semakin merajalela, salah satu sebabnya adalah karena kurangnya penegakan hukum. Adalah sebua fakta nyata jika oligarki menjadi faktor utama dalam mempengaruhi ekonomi politik di Indonesia. Besanya dengan era Orde Baru hanya bentuknya saja; dari yang semula oligarki sultanistik menjadi oligarki penguasa kolektif.

Richard Robison serta Vedi R. Hadiz di dalam bukunya yang berjudul Reorganizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Market menjelaskan bahwa  oligarki yang terjadi di Indonesia tidak hilang pasca reformasi. Justru oligarki terus bertransformasi dengan cara menyesuaikan konteks politik di Indonesia yang didorong oleh neoliberalisme. Setelah kejadian krisis ekonomi pada 1998, oligarki bisa bertahan dan menjadi tokoh utama di dalam dunia bisnis dan politik di Indonesia.

Saking destrutifnya praktik semacam ini, maka wajar jika Presiden PKS Ahmad Syaikhu mewanti-wanti secara terbuka kepada para kadernya dan masyarakat luas agar tidak terperosok. Karena itu, tepat pula jika ia menawarkan politik pemberdayaan masyarakat sebagai penangkal. (Pemimpin Redaksi)

Esai

“Terimakasih. Semoga kita bisa menjaga haji ini agar mabrur sepanjang hayat,” bisik kami.

Esai

‘Ya Allah, ini putaran terakhir kami. maka ampunilah kami, ampunilah jika selama kami menjadi tamu di sini tak bisa menjadi tamu yang baik. Ampunilah kami, dan terimalah haji kami, dan jadikan haji kami haji yang mabrur.’

Esai

“Sampaikan rindu saya, jika diantara kalian, ada yang pernah menjadi mulia karena menjadi tapakan Rasulullah. Sampaikan rindu kami,” bisik saya.

Exit mobile version