Universitas Paramadina bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendorong peningkatan kualitas tayangan infotainment dalam Diseminasi Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) 2025 di Kampus Paramadina, Cipayung, Kamis (27/11/2025). Agenda ini menyoroti pentingnya penyiaran lokal yang lebih etis dan informatif.
Komisioner KPI Pusat Amin Shabana mengatakan riset mengenai infotainment masih diperlukan untuk menjaga standar siaran.
“Penontonnya masih 75 persen. Karena itu infotainment harus memberi inspirasi, bukan mempublikasikan konflik pribadi artis,” ujarnya dalam keterangannya dikutip bekasiguide.com, Rabu 03 Desember 2025.
Anggota KPI Pusat Mimah Susanti menilai diseminasi ini menjadi ruang evaluasi sekaligus edukasi publik. “Kami tidak hanya menyampaikan hasil pemantauan, tetapi juga menerima masukan penting dari para pemangku kepentingan untuk perbaikan konten,” katanya.
Indeks Kualitas Rendah Sejak 2017
Tim Litbang KPI, Juneadi, melaporkan indeks rata-rata infotainment 2025 berada di angka 2,90, masih di bawah standar 3,0 sebagai kategori berkualitas. Penilaian dilakukan pada 68 sampel tayangan dari 21 program di 10 stasiun TV.
Dimensi penilaian menunjukkan nilai rendah pada privasi (2,44), hedonistik (2,53), edukatif (2,62), kepatuhan norma (2,62), faktual (2,90), dan kredibilitas informasi (2,94). BTV dan Trans7 tercatat unggul pada aspek faktual dan kredibilitas, sementara program populer seperti Silet dan Insert dinilai paling bermasalah dalam aspek privasi dan norma.
“Sejak 2017, indeks infotainment tidak pernah mencapai 3,0. Dampaknya terlihat pada aspek sosial, jati diri bangsa dan generasi muda yang makin fokus pada hiburan dangkal,” ucap Juneadi.
Paramadina Tekankan Literasi Media
Dosen Ilmu Komunikasi Paramadina, Rini Sudarmanti, menegaskan literasi media menjadi kebutuhan mendesak.
“Infotainment didominasi isu perceraian, konflik pribadi, dan gosip. Semakin sering ditonton, semakin dinormalisasi,” katanya.
Ia menilai tayangan ini cenderung menonjolkan nilai materialistik dan membuka terlalu banyak ranah privasi.
Rini menekankan pentingnya tanggung jawab sosial media. “Media harus menerapkan etika jurnalisme dan melindungi kelompok rentan, terutama anak dan remaja,” ujarnya.
Dekan FFP Paramadina, Tatok Joko Sutanto, mempertanyakan fungsi infotainment hari ini. “Apakah infotainment mencerdaskan atau justru mencerai-beraikan?” katanya.
Dorongan Tayangan yang Lebih Edukatif
Konsultan IKPSTV KPI, Mulhanetti Syas, menilai berbagai rekomendasi telah diberikan kepada industri media namun indeks masih rendah. “Rata-rata indeks infotainment 2025 hanya 2,68. Ini menunjukkan informasinya belum memberi manfaat bagi masyarakat,” katanya.
Ia mencontohkan bahwa tayangan seharusnya mengangkat prestasi artis, pendidikan, atau aktivitas positif yang bisa memotivasi publik.
Sudut Pandang Pelaku Industri
Produser Eksekutif Inews TV, Nanda Armadhani, menyebut tingginya permintaan pasar menjadi alasan infotainment tetap eksis. “Karier artis masih bertumpu pada eksposur media. Industri hiburan juga membuka banyak lapangan pekerjaan,” ujarnya.
Meski begitu, Nanda sepakat infotainment ideal harus menjadi penjernih informasi di tengah maraknya hoaks. “Informasi tidak boleh didramatisir. Jangan memberi ruang pada selebriti yang sengaja mencari sensasi,” tegasnya.
Ia menambahkan, tim infotainment bekerja dalam tekanan deadline dan persaingan ketat. “Naskah yang tajam, alur jelas, dan editing menarik menjadi tantangan kami setiap hari,” kata Nanda.
