Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, menegaskan pentingnya transparansi dan kehati-hatian dalam seluruh proses pengadaan lahan Pemerintah Kota Bekasi. Ia menyoroti tingginya potensi pelanggaran, mulai dari penggelembungan harga hingga praktik kongkalikong oleh oknum tertentu.
Latu menilai persoalan pengadaan lahan merupakan isu sensitif yang kerap menyeret pejabat publik ke ranah hukum. Ia mengingatkan bahwa sejumlah kepala dinas dan kepala daerah sebelumnya pernah tersandung kasus serupa.
“Banyak pejabat yang terjebak kasus hukum karena pengadaan lahan. Kalau perencanaannya jelas, masuk dalam renja, ada DED, dan proses pembeliannya transparan tanpa cawe-cawe, silakan saja. Tapi kalau ada kongkalikong, harga dimarkup, atau pembagian di bawah tangan, itu jadi masalah,” tegas Latu dikutip bekasiguide.com, Senin, 17 November 2025.
Ia menekankan bahwa proses pembelian tanah harus berpatokan pada hasil appraisal pihak ketiga. Penilaian resmi tersebut, kata Latu, wajib menjadi dasar dalam menentukan harga agar tidak ada ruang manipulasi.
“Kalau appraisal-nya sudah jelas, itu yang dikunci. Jangan sampai appraisal tidak sesuai atau proses pembeliannya tidak transparan. Kalau ada oknum yang main, risikonya ditanggung sendiri,” ujarnya.
Komisi II DPRD Kota Bekasi, lanjut Latu, saat ini memperketat pengawasan karena pemerintah kota dinilai belum sepenuhnya lepas dari stigma pelanggaran hukum terkait pengadaan lahan. Ia mengingatkan agar permasalahan serupa yang pernah terjadi pada era kepemimpinan wali kota sebelumnya tidak terulang.
“Kita ingin Pemkot Bekasi keluar dari stigma kasus hukum. Sudah beberapa kepala daerah yang tersangkut masalah serupa. Antisipasi ini harus dilakukan agar tidak terjadi kembali di masa mendatang,” kata Latu.
Salah satu proyek yang turut disorot adalah pengadaan lahan untuk pembangunan PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik). Ia menyebut kebutuhan lahan mencapai sekitar 6,1 hektare, dengan alokasi anggaran yang disiapkan pemerintah mencapai Rp100 miliar.
“Kalau 100 miliar, kira-kira 2 juta per meter. Apakah benar NJOP di lokasi itu segitu? Berapa warga yang terdampak? Apakah pembayarannya sesuai? Semua data itu akan kami minta sebelum memberikan rekomendasi,” jelasnya.
Latu menegaskan DPRD akan meminta data lengkap terkait lokasi, jumlah warga yang terdampak, hingga rincian nilai appraisal lahan sebelum proses pengadaan dilanjutkan.
“Kita minta datanya secara kognitif sebelum rekomendasi diberikan,” pungkasnya.
