Dua korban rudapaksa yang dilakukan oleh ayah kandungnya di Kabupaten Bekasi alami trauma. Korban tidak mau masuk sekolah dan keberadaannya pun terpaksa diungsikan pada salah seorang kerabat. Kondisi itu diungkapkan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bekasi yang kini tengah melakukan pendampingan.
Kepala UPTD PPA Kabupaten Bekasi, Fahrul Fauzi mengatakan saat ini keduanya tengah dalam proses pendampingan untuk memulihkan kondisi mental. Kedua korban itu menjalani pemeriksaan psikologi lebih lanjut untuk memastikan tindakan pemulihan mental secara menyeluruh.
“Jadi si anak ini sudah diamankan di rumah salah satu keluarga dari ibunya. Sudah dipisah tempat tinggalnya. Posisi hari ini, tim untuk sementara memberikan trauma healing dulu. Pendampingan psikologis itu yang pertama. Yang kedua, kami telah menjadwalkan pemeriksaan psikologis kepada korban, dalam rangka memperkuat proses penyidikan kepolisian,” tutur Fahrul, Kamis, 10 April 2025.
Menurutnya, secara psikologis, kedua korban mengalami dampak yang cukup berat karena pelecehan dialami korban berulang kali dengan rentang yang cukup lama, yakni bertahun-tahun. Terlebih, sang kakak juga pernah memergoki adiknya dicabuli oleh pelaku yang kemudian melaporkan kepada ibunya. Diketahui, EH alias BB (52), seorang ayah kandung di Cikarang Kabupaten Bekasi tega mencabuli kedua anaknya, ER (20) dan SNH (13). Ironisnya pencabulan telah dilakukan selama 10 tahun. Baik ER maupun SNH dicabuli sejak usia mereka 10 tahun.
“Pas kakaknya mergoki ada pelecehan kepada adiknya, kakaknya nggak terima gitu. Tidak terima maksudnya, bahasa kalau bahasa si korban mah udah saya yang dirusak, kok adik saya dirusak juga gitu. Akhirnya kakaknya melaporkan lah ke ibunya. Hanya saja untuk mengetahui seberapa jauh kondisi psikologis dan trauma yang dialaminya, kami masih menunggu laporan dari tim ahli,” katanya.
Akibat perilaku bejat yang dilakukan ayah kandungnya itu, SNH yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) enggan untuk belajar di sekolah. Selain malu, SNH juga kerap merasa ketakutan.
“Untuk itu, bersama kakaknya diungsikan ke rumah kerabat. Kami juga sudah berkoordinasi dengan Baznas yang rencananya akan menyekolahkan korban ke pesantren di luar Bekasi agar bisa melanjutkan pendidikannya,” ucap dia.
Atas kejadian ini, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk mencantumkan pasal lainnya pada kasus ini. Selain harus dijerat Undang-undang tentang Perlindungan Anak, pihaknya juga meminta agar pelaku EH dijerat Undang-undang 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Nah kami hari ini berkoordinasi dengan penyidik, kemarin si pelaku ini dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak. Ya kami meminta agar penyidik juga menjuntokan dengan Undang-undang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual. Jadi hukumannya berlapis. Jadi tahapan ini sudah kami tempuh,” tandasnya.