BEKASI TIMUR- Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi masih tutup mata terkait pelanggaran yang dilakukan sejumlah minimarket modern di Kota Bekasi. Salah satunya mendirikan bangunan di tempat yang berdampingan.
Komisi I DPRD Kota Bekasi menduga ada kompromi yang dibangun antara pengusaha retail dan oknum Dinas terkait. Pasalnya keluhan terhadap pelanggaran yang dilakukan itu bukan kali pertama terjadi namun seakan oleh Pemkot Bekasi dibiarkan menjamur.
“Adanya pelanggaran itu karena ada pembiaran dan bukan lemahnya pengawasan, ini terindikasi ada oknum yang bermain dengan pengusaha retail itu, kan tidak masuk akal berkali-kali mendapat teguran dan diberitakan di media tetap saja masih melanggar,” ungkap Anggota Komisi I DPRD Kota Bekasi, Arwis Sembiring kepada B’Guide.com pada Jumat (17/03).
Lanjutnya, Ketidaktegasan pemangku kepentingan dalam menyikapi persolan tersebut, imbuhnya justru semakin menguatkan dugaan publik jika Pemkot lebih berpihak pada kepentingan kapitalis dengan mengenyampingkan sektor usaha kecil menengah.
“Mendorong pertumbuhan UKM akan lebih bermanfaat dan bertujuan membuat masyarakat kita mandiri, sudah seharusnya Pemkot mencabut izin minimarket yang melanggar itu karena sudah kesekian kalinya, jika Pemkot diam itu sama saja membela kepentingan pemodal. Kita tidak anti investasi namun jangan hanya karena alasan investasi ada pihak-pihak lain yang sengaja dikorbankan,” tegasnya.
Masifnya pertumbahan minimarket diakui Arwis sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi dan orientasi konsumen yang perlahan telah mengalami pergeseran selain itu pertumbuhan minimarket yang semakin meningkat juga diakibatkan lunaknya Pemkot dalam proses perizinan.
Hal senada juga diungkapkan, Anggota Komisi I, Syaiful Bahri. Ia menilai impelementasi Peraturan Daerah yang mengatur tentang operasional minimarket di wilayah setempat tidak dipatuhi oleh pihak pengusaha.
“Masih banyak pengusaha yang tidak patuh pada Perda Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pengedalian Toko Modern di Kota Bekasi,” katanya
Dalam Perda tersebut, kata dia, diatur tentang kewajiban pengusaha minimarket untuk mengurus Izin Usaha Toko Modern (IUTM).
Menurutnya, IUTM diberlakukan demi menjaga kondusivitas lingkungan hingga mengatur tentang bentuk persaingan usaha. “Bahkan, pengusaha yang sudah mengantongi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) masih diwajibkan mengurus IUTM,” katanya.
Dikatakannya, izin tersebut mengatur perihal jarak antara pasar tradisonal dan minimarkert, serta antarminimarket itu sendiri. Selain itu, ada pula aturan tentang jam operasional bagi masing-masing minimarket demi menjaga kondusivitas lingkungan sekitar.
Perda itu juga mengharuskan pengusaha minimarket melibatkan 10 persen kuota tokonya untuk aktivitas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dari warga sekitarnya. “Karena kalau minimarket dibebaskan begitu saja, yang paling kena dampaknya adalah toko kelontong dan UMKM,” katanya.
Menurut dia, indikasi Perda tersebut dilecehkan pengusaha adalah temuan Komisi A tentang banyaknya minimarket yang hingga kini belum mengurus izin tersebut. “Kita ambil sampel minimarket yang dominan, misalnya Alfamart dan Indomaret,” tegasnya.
Selain itu, Kata Saiful pihak komisi I sudah pernah membahas pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha minimarket.” Kita akan evaluasi kembali. Sebelumnya kita pernah panggil baik pengusahanya atau dinasnya, tapi realitasnya masih banyak yang melanggar,” tuturnya.
Dalam waktu dekat, Kata Saiful, Komisi I akan melakukan rapat internal membahas permasalahan tersebut.” Kita rapatkan serta evaluasi, lalu kembali memanggil pihak pengusaha juga dinas terkait,” tandasnya. (BK)