Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, menilai kondisi TPST Bantargebang kini sudah memasuki fase darurat. Ia menegaskan persoalan klasik soal pengelolaan sampah dan pencemaran lingkungan di kawasan tersebut telah berlangsung bertahun-tahun tanpa solusi yang signifikan.
“Ini bukan persoalan baru, tapi semakin parah. Setiap tahun ada masalah, dan setiap tahun beban lingkungan makin berat,” ujar Latu dalam keterangannya dikutip bekasiguide.com pada Jumat, 14 November 2025.
Masalah itu mencapai titik kritis setelah gunungan sampah di TPST Bantargebang dilaporkan mengalami longsor, menghantam area kerja dan disebut-sebut menimpa sejumlah orang. Insiden tersebut memperkuat anggapan bahwa persoalan teknis konservasi dan penataan timbunan sampah tidak berjalan semestinya.
Menurut Latu, kejadian ini harus menjadi momentum untuk evaluasi besar-besaran. Ia menyebut pengelolaan TPST Bantargebang dan Sumur Batu kini layak diberikan “rapor merah” karena berulang kali menimbulkan dampak lingkungan dan keselamatan.
“Pencemaran udara, kualitas air yang menurun, hingga bau menyengat setiap hari sudah cukup membuktikan bahwa ada pekerjaan rumah besar yang belum diselesaikan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sekitar terutama anak-anak dan lansia menanggung dampak langsung dari pencemaran dan risiko kesehatan akibat paparan jangka panjang.
“Kita bicara tentang kesehatan masyarakat yang terancam. Ini bukan hanya polusi, tapi sudah menyangkut keselamatan jiwa, apalagi setelah adanya peristiwa longsoran sampah,” tegasnya.
Latu mendesak pemerintah daerah, Pemprov DKI sebagai pengelola, dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera mengambil langkah darurat dan jangka panjang. Mulai dari stabilisasi timbunan sampah, perbaikan sistem pengelolaan, hingga penguatan pengawasan dan mitigasi risiko bencana.
“Harus ada langkah strategis yang dilakukan bersama. Kita semua punya andil dan tanggung jawab untuk memastikan kejadian seperti ini tidak terulang,” tutup Latu.








