PENGUMUMAN di kabin pesawat menyebutkan dalam beberapa saat akan mendarat di Bandara King Abdul Azis, Jedah. Ya, sebentar lagi kami akan menjejakkan kaki di Tanah Suci.
Kami hanya terdiam. Entah apa yang ada dalam fikiran semua jamaah haji ini. Tapi, jika boleh menebak, kemungkinan sama. Mereka pasti tengah merasa sangat bahagia karena benar-benar nyata bisa sampai ke Tanah Suci.
“Alhamdulillah.”
Perjalanan selama 9 jam di atas awan, dari Jakarta sampai ke Jedah, merupakan perjalanan yang luar biasa. Benar kata ustadz, meski naik pesawatnya sama, tetapi kalau pergi ke Tanah Suci itu beda dengan ke kota lain. Lebih menggugah emosi gimana gitu.
Saya masih ingat ketika sejak dari Cengkareng sudah diatur oleh panitia. Jamaah jadi sangat mudah. Antrian di pintu pesawat sampai bangku di pesawat yang sudah ditempel di tas kecil yang kita bawa. Pramugari tinggal melihat nomer, dan mengarahkan lokasi bangku kita. Ya maklum, pesawat badan besar dengan jumlah penumpang 450an.
Di pesawat, kami berdua menempati bangku istimewa. Hanya dua bangku di bagian depan yang ukurannya luas. Ada dengan panjatan kaki, layar lebar, bangku minum dan berbagai majalah. Ini sangat berbeda dengan bangku di deretan belakang yang lebih sempit.
Saya menggenggam lebih erat tangan istri, ketika roda pesawat sudah menapak di Bandara Jedah. Mulus. Doa apa saja saya baca. Juga shalawat. Mungkin benar kalau kami udik. Belum pernah ke luar negeri, kecuali ke Mekah ini.
Ya, ini sesuai doa yang kami minta. Kalau bisa keluar negeri, kami hanya ingin ke Mekah. Begitu pesawat benar-benar berhenti, kami diminta petugas untuk turun secara tertib. Tidak perlu berebutan.
Ada beberapa jamaah yang begitu kaki menapak aspal bandara lalu sujud syukur. Saya juga menunduk, dan meletakkan tangan di tanah bandara sambil mengucapkan syukur. Seakan meyakinkan diri, bahwa diri ini benar-benar sudah di Tanah Suci. Tidak mimpi. Di tanah inilah, Rasulullah juga menginjakkan kaki untuk menyebar keimanan.
Sekelompok petugas sudah menanti di ujung gate. Menyambut kami dengan mengucapkan salam selamat datang. Marhaban… marhaban. Hati kami melambung. Merasa demikian dihormati sebagai tamu Allah. Ada sekelompok jamaah, yang demikian tertib dan sambil menandaskan kelompoknya dengan syal dan bendera agar tidak terpisah. Mereka bershalawat badar. Wah adem sekali.
3³Rasa syukur yang tak terkira ketika mengingat ‘siapa saya’ sehingga bisa diberi karunia sebesar ini. Kami bukan siapa-siapa, tetapi karunia ini begitu besar. Bisa sampai di Tanah Suci. Sedangkan kami tak memiliki apa-apa. Belum lagi, mereka yang berkeinginan bisa sampai ke Tanah suci juga sangat banyak. Mereka lebih banyak harta. Tetapi, lagi-lagi, kenapa saya.
Setelah proses imigrasi selesai, kami pun menuju bis yang akan membawa kami ke maktab. Di dalam bisa tidak diatur nomer duduk, karena sudah pada kenal. Jamaah biasanya lebih longgar memilih di mana akan duduk. Tempat yang sama sesuai nomer pun dipersilahkan.
Saat sampai di maktab, sejumlah petugas yang mungkin pengelola maktab naik ke atas bis. Dia membawa sajadah dan tasbih untuk hadiah. Sapaannya sangat welcome. Membuat kami lagi-lagi merasa nyaman.
Terima kasih ya Allah, atas kesempatan haji kali ini.
Bekasi, 02 Mei 2025
Oleh : Chotim Wibowo (IPHI Kota Bekasi)