TANGERANG – Lapas sebagai tempat pembinaan narapidana telah berinovasi memberikan kegiatan yang bermanfaat bagi narapidana. Stigma Lapas yang overcrowded membuat masyarakat beranggapan bahwa narapidana di dalam Lapas tidak produktif dan hanya menghabiskan waktunya di dalam blok hunian.
Meskipun demikian tak jarang pula masyarakat menilai masuk Lapas penuh dengan kekerasan. Anggapan itu ditepis dengan adanya inovasi Lapas berbasis industri yang menyediakan fasilitas bagi narapidana untuk mengembangkan minat dan bakatnya.
Seperti yang disampaikan Taruna Poltekip Angkatan LV, Taruna Utama, Novita Nur Marlesa, selaku Pembuat Opini mengatakan, sejak disahkannya Permenkumham No. 53 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Kegiatan Industri di Lembaga Pemasyarakatan, pada setiap kantor wilayah atau provinsi berlomba-lomba mencanangkan Lapas berbasis Industri.
Contoh nyatanya terdapat 10 Lapas di Jawa Barat yang telah diresmikan pada tahun 2017 sebagai Lapas industri. Hal ini dilakukan sebagai bentuk implementasi dari amanat UU No. 22 Tahun 2022 hasil pengubahan dari UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Setiap Lapas tersebut memiliki program industri unggulannya masing-masing.
Seperti Lapas Warungkiara yang dijadikan sentra penggemukan sapi potong, Lapas Kelas IIA Cikarang terdapat plastic injection moulding, dan sebagainya.
“Adanya pelatihan kerja buat napi ini jadi bikin kami banyak kegiatan apalagi banyak hal positif yang didapat daripada cuma tidur sama ngobrol-ngobrol di blok,” ucap Ketua kelompok kerja (Pokja) industri pabrik plastik di Lapas Kelas IIA Cikarang.
Banyak narapidana yang merasa pelatihan kerja ini sangat bermanfaat dan menambah keterampilan yang sebelumnya belum mereka miliki. Pelatihan kerja termasuk ke dalam pembinaan kemandirian yang dilakukan sebagai bentuk mendukung usaha mandiri dan industri.
Proses perekrutan tersebut diawali dengan assessment dan dilanjutkan dengan pelatihan yang dilakukan oleh pelatih dari pihak ketiga. Narapidana dengan antusias mengikuti seluruh proses rangkaian perekrutan hingga ditetapkan sebagai kelompok kerja (pokja).
“Pelatihan kerja yang diberikan oleh Lapas juga tidak dipungut biaya apapun sehingga nrapidana dapat mendaftarkan dirinya untuk mengikuti pelatihan sesuai minat dan bakatnya,” jelas Novita.
Pelatihan kerja industri plastik di Lapas Kelas IIA Cikarang menggunakan mesin plastik injection moulding.
Injection molding adalah metode pemrosesan material termoplastik dimana terdapat material dilelehkan oleh pemanasan injeksi oleh plunger ke dalam cetakan yang telah ditempatkan.
Setelah itu, hasil cetakan yang masih panas didinginkan menggunakan air kemudian material tersebut akan menjadi dingin dan mengeras sehingga bisa dikeluarkan dari cetakan.
“Selain pelatihan kerja tersebut, terdapat beberapa pelatihan lainnya dan setiap Lapas memiliki kegiatan unggulan,” ujar Novita menambahkan.
Manfaat Pelatihan Kerja
Narapidana yang mengikuti pelatihan kerja nantinya setelah selesai akan mendapatkan sertifikat bukti telah melaksanakan kegiatan yang dapat digunakan oleh narapidana saat bebas dari Lembaga Pemasyarakatan.
Sertifikat tersebut menjadi bukti bahwa selama menjalani masa pidana di dalam Lapas, narapidana melatih kemampuannya agar memiliki keahlian untuk mewujudkan penghidupannya.
“Kegiatan pelatihan kerja ini juga harapannya dapat membentuk narapidana yang kreatif dan inovatif. Dengan begitu waktu menjalani masa pidananya tidak hanya terlewatkan dengan sia-sia. Mereka memiliki bekal yang lebih dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak berminat mengikuti kegiatan pelatihan kerja,” terangnya.
Selain itu, narapidana tidak hanya menambah keterampilan dengan pelatihan namun juga mendapatkan upah atau premi. Upah dan premi merupakan hak yang dimiliki narapidana dan wajib diberikan apabila mereka telah menyelesaikan kewajibannya.
Pasal 9 Huruf J UU No. 22 Tahun 2022 menjelaskan narapidana berhak mendapatkan jaminan keselamatan kerja, upah, atau premi hasil bekerja, yang dimaksud dengan “upah” adalah imbalan dalam bentuk uang dan sebagainya untuk Narapidana yang melakukan pekerjaan produktif yang menghasilkan barang dan atau jasa. Serta yang dimaksud dengan “premi” adalah hadiah dalam bentuk uang atau barang untuk Narapidana yang melakukan kegiatan pelatihan kerja atau keterampilan atau pekerjaan yang bersifat pemeliharaan, misalnya bekerja di dapur atau membersihkan lingkungan.
Strategi Pemasaran Hasil Produk
Hasil dari kegiatan kerja yang dilakukan oleh narapidana akan didistribusikan ke dalam dan luar Lapas. Produk yang di produksi, antara lain tempat makan narapidana, tempat makan keropi, piring plastik rotan, tutup galon, nampan, cangkir plastik dan lain-lain. Lapas Kelas IIA Cikarang sendiri telah mengekspor hasil produksi industri plastiknya ke luar negeri, diantaranya ke Italia.
Produk unggulan yang diekspor tersebut, antara lain cup cake atau wadah untuk membuat kue mangkuk.
“Proses ekspor ke luar negeri disalurkan melalui pihak ketiga,” ujarnya.
Strategi ini dipilih karena lebih efektif dan efisien karena pihak Lapas belum mampu untuk mengekspor hasil secara mandiri. Pihak Lapas juga memberikan kontribusinya kepada negara melalui PNBP atau pendapatan negara bukan pajak dari hasil pemasaran produk. Sehingga kegiatan ini selain menjadikan narapidana produktif namun juga dapat bermanfaat kepada negara.
Selain mengekspor ke luar negeri, Lapas melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat mengikuti kegiatan pameran. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai wadah untuk memamerkan hasil karya narapidana.
Biasanya dalam pameran terdapat banyak pengunjung dan berminat dengan barang-barang hasil karya narapidana karena selain harganya yang terjangkau, kualitasnya juga dapat bersaing dengan produk pasar lainnya. Tak jarang pula pengunjung yang melakukan pemesanan kepada hasil karya yang diinginkannya. Pihak Lapas juga banyak menawarkan harga yang lebih murah apabila membeli atau memesan dalam jumlah yang banyak.