Bisnis pakaian bekas impor tengah menjadi sorotan, pasalnya baru-baru ini Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengusulkan larangan soal bisnis tersebut.
Presiden Joko Widodo pun telah merespon pelarangan tersebut, dan meminta bisnis pakaian bekas impor dihentikan, karena dapat merusak industri tekstil dalam negeri.
Larangan tersebut kemudian menuai pro dan kontra di kalangan pedagang thrifting. Salah satunya yang dialami Eli (45), seorang ibu rumah tangga asal Bekasi, Jawa Barat.
Eli mengatakan, pemerintah terlalu terburu-buru menerapkan larangan penjualan baju bekas impor ini. Sebab, ia menilai sejauh ini harga produk lokal belum terjangkau untuk masyarakat di kelas ekonomi menengah ke bawah.
“Trifting ini kan untuk yang ekonominya menengah kebawah, gimana mau beli produk lokal yang harganya terjangkau,” kata Eli, saat ditemui Bekasiguide.com, Kamis (23/03/2023).
Eli mengatakan, sejak berita pelarangan baju bekas impor santer terdengar, dirinya mengalami penurunan penjualan.
“Udah mulai terasa sepinya, semenjak berita itu orang pada takut digrebek mungkin ya, biasanya Rp500 ribu perhari, sekarang paling Rp100 ribu – Rp200 ribu,” ujarnya.
Dia mengatakan, sudah menggeluti usaha thrifting sejak satu tahun lalu, dengan membeli ball press di salah satu supplier baju bekas impor.
“Dulu saya ibu rumah tangga, dengan modal sedikit sudah bisa saya buka usaha seperti ini, saya (usaha thrifting) ini sudah hampir setahun,” ujarnya.
Kendati demikian, Eli mengaku tidak kebertan jika memang usaha thriftingnya dinilai ilegal, hingga akhirnya dilatang untuk beroperasi.
Namun, dirinya berharap pemerintah bisa memberikan solusi untuk para pedagang baju bekas impor sepertinya, agar tidak kehilangan mata pencaharian.
“Harus ada penggantinya kerjaan apa kami yang baru, jangan demi kemajuan negara barang kami di tarik lalu kami ditinggalkan,” tandasnya. (Mae)