Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Esai

Membangun Prospek Kepemimpinan Nasional

×

Membangun Prospek Kepemimpinan Nasional

Sebarkan artikel ini

Oleh : Imam Trikarsohadi

Jika kita meringkasnya, setidaknya ada tiga masalah krusial yang kini dihadapi bangsa Indonesia yakni, gejolak politik, supremasi hukum dan distribusi sumber daya. Ketiga hal tersebut menjadi persoalan yang amat mencemaskan, dan cukup mengganggu kehidupan masyarakat sehari-hari.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

“Ada apa dengan negara ini, maunya apa sih para pemimpin diatas sana.” Itulah kira-kira gambaran suasana ungkapan kegalauan rakyat  lewat berbagai saluran, termasuk di GWA yang terukur, atau dalam obrolan-obrolan langsung yang tidak terlalu terbuka.

Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, rakyat menjadi teramat hati-hati mengungkapkan keluh kesahnya lewat saluran-saluran terbuka seperti medsos yang terbuka, karena jika terlalu menggebuh-gebu bisa terjerat persoalan hukum.

Ngenesnya, entah kapan ungkapan rakyat tersebut akan mendapat jawaban yang terukur dan solutif, tidak hanya sekedar retorika atau tebar pesona namun tetap menunjukkan adanya ketimpangan antara harapan dan kenyataan.

Berbagai interpretasi jawaban sering bermunculan yang disuarakan melalui berbagai media, namun masih sedikit elemen masyarakat yang menyoroti sejauhmana peran pemimpin maupun kualitas kepemimpinan yang memiliki prospek kepemimpinan nasional sebagai salah satu alternatif dalam mengelaborasi jawaban dari pertanyaan tersebut. Meskipun hal ini belum dapat memberikan jaminan sebagai hubungan aksi dan reaksi atau sebab akibat dalam memberikan solusi.

Kompleksitas problematik yang terjadi sudah seharusnya diurai disesuaikan dengan mekanisme atau problem solving melalui manajemen resolusi konflik, karena “ada apa ?” dapat diidentikkan dengan konflik kepentingan politik/kekuasaan, ekonomi/sumber daya, sosial budaya/ premordialisme dan supremasi hukum. Jika diibaratkan sebagai pohon konflik, maka sulit ditemukan akar konfliknya, apalagi diubah menjadi menjadi bunga perdamaian.

Masalah sentral nasionalisme, seperti bagaimana mengelola atau mentransformasikan perselisihan primordial yang berkaitan dengan identitas, sehingga menggeser kebanggaan nasionalisme kearah kebanggaan etno nasionalisme, terjadi mobilisasi kelompok-kelompok oleh satu pihak menuju pada kontra mobilisasi yang mereka anggap sebagai lawan, akan mengarah pada penyimpangan bentuk-bentuk diskusi keteraturan politik sesuai mekanisme demokrasi, karena demokrasi dapat menyediakan pondasi untuk membangun penyelesaian yang efektif dan awet bagi kepentingan jangka panjang bangsa ini.

Dinamika konflik yang secara sengaja atau tidak sengaja dipertontonkan dalam euforia reformasi, merupakan sebuah ekspresi heteroginitas kepentingan, nilai dan keyakinan yang muncul sebagai formasi baru akibat adanya perubahan.

Esensi perubahan merupakan perubahan kultur, diambil dari suatu kata kiasan yang berarti adanya ide suatu pengolahan, proses mengerjakan dan mengembangkan kultur baru, kita akan tergantung dari pola perkembangan untuk merefleksikan sistem sosial dan berkaitan dengan pengetahuan, ideologi, nilai-nilai hukum serta kegiatan sehari-hari.

Untuk itu, PR bagi para pemimpin kedepan adalah mampu mengakomodasikan perubahan, prinsipnya : “they will not resist change ; they will embrace it”. Agar para pemimpin peduli dengan perubahan, termasuk perubahan sistem pemerintahan dan/ atau membentuk sistem organisasi pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.

Sejatinya, cara kita menangani konflik diantaranya dengan mengubah respon kebiasaan dan menentukan pilihan-pilihan tepat, sehingga tidak hanya berkaitan dengan persoalan-persoalan para pihak yang berseberangan, tetapi juga perubahan sosial, psikologi, dan politik. Jika memungkinkan juga diadakan insentif selektif yang relevan serta kemampuan sosial atau institusional untuk menentukan apakah penyelesaian atau solusi kompetitif yang diambil dapat diterima dan berdaya guna oleh para pihak tersebut serta pihak lain yang terimbas (rakyat  Indonesia), karena tanggung jawab pertama dan utama untuk mencegah, mengelola dan mentransformasikan hubungan tidak seimbang yang mengalami mis komunikasi terletak pada para pemimpin, terutama pemimpin nasional.

Karena sejatinya, pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus dengan/ atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pencapaian sasaran-sasaran tertentu, sedangkan kepemimpinan adalah hubungan dimana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerja sama secara suka rela dalam usaha mengerjakan tugas-tugas untuk mencapai tujuan.

Fenomena yang ada, para pemimpin nasional mulai kehilangan imajinasinya seperti bagaimana mengatasi atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terus berkembang dan bagaimana mempertemukan serta mempersatukan kebijakan politik, selain juga sangat terasa acapkali menjauhkan arah-arah kebijakan penanganan krisis yang realistis, penentuan skala prioritas, keberanian mengambil keputusan strategis yang tepat dan bagaimana menggalang dukungan rakyat yang riil (tidak semu).

Atas realitas tersebut, apa boleh buat, kita memang membutuhkan  kepemimpinan nasional atau kepemimpinan masa depan yang mampu mewujudkan  terselenggaranya keadilan serta mempunyai wawasan strategis dalam menghadapi krisis multi dimensi atau tantangan perkembangan strategis, khususnya yang bersifat nasional dengan mengajak serta pihak-pihak terkait , serta memberdayakan elemen-elemen kekuatan nasional.

Kepemimpinan yang demikian tidak bisa didapatkan dari sosok yang hanya mengandalkan tebar pesona, tetapi harus  dibangun melalui pendekatan intelektual dan moral yang secara cerdas serta bijak memanfaatkan dinamika global maupun regional untuk kepentingan nasional maupun lokal disertai dengan kemampuan menguasai berbagai keterampilan kepemimpinan.

Salah satu ketarampilan utama yang diperlukan bangsa ini kedepan adalah sosok pemimpin strategis, yakni kepemimpinan efektif dan akseptabel memiliki kemampuan strategis dalam merencanakan, memimpin dan menggerakkan orang lain atau organisasi pemerintahan untuk melakukan kegiatan yang bersifat atau berimplikasi strategis. Kepemimpinan strategis dapat dibangun atas dasar perpaduan dari karakter, integritas dan komitmen.

Kita juga memerlukan pemimpin yang berkarakter, karena karekter seorang pemimpin akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam menerapkan kepemimpinannya. Karakter yang baik dan kuat memberikan kekuatan bagi seorang untuk memiliki keberanian memilih hal-hal yang benar dan melaksanakannya.

Selain karakter, maka pemimpin Indonesia kedepan wajib memiliki integritas. Karena hal itu  merupakan kemampuan untuk senantiasa memegang teguh prinsip-prinsip moral dan menolak untuk mengubahnya, meskipun situasi yang dihadapi sangatlah sulit.

Seseorang yang berintegritas tinggi adalah orang yang menceburkan diri pada lingkungannya, bekerja dan berkarya sekaligus merasakan kesatuan dirinya dengan alam dan masyarakat sekitar, senantiasa mencari dan berusaha mengerti apa yang harus dikerahkan demi kepentingan lingkungannya. Dia adalah seseorang yang memiliki kesatuan kata dengan perbuatannya dan selalu berusaha untuk menghasilkan yang terbaik.

Pada prinsipnya integritas merupakan integritas antara etika dan moralitas. Semakin keduanya terintegrasi, semakin tinggi integritas yang ada.

Pemimpin nasioanl kedepan juga harus punya komitmen yang jelas terhadap kepentingan nasional, yang  dibangun melalui pendekatan intelektual dan moral disertai dengan usaha menguasai berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam proses pencapaian tujuan.

Komitmen sebagai pemimpin nasional, setidaknya dapat berperan sebagai tokoh nasional yang dapat mempersatukan atas pertikaian sektarian, untuk keselamatan NKRI dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Disamping itu, komitmen seorang pemimpin diperlukan untuk menghadapi gerakan reformasi yang perkembangannya justru dapat menjadi salah satu faktor potensial mendorong terjadinya disintegrasi bangsa.

Kebutuhan akan pemimpin yang terampil dalam merajut kemajemukan politik yang cenderung terlena oleh semangat reformasi berlebihan, hingar bingar politik multi partai akan menghasilkan peta kekuatan politik yang menyebar tanpa adanya mayoritas tunggal, maka kepemimpinan nasional yang berkompeten adalah sangat dibutuhkan agar dapat mempertemukan dan mengolah beragam kepentingan politik hingga menghasilkan pola saling dukung yang kuat.

Tanpa adanya keterampilan mengelola dan mengakomodasi keberagaman partai politik, maka  kepemimpinan nasional bisa dirundung banyak masalah. Sebab, ketika hal tersebut terjadi, maka tugas bersama untuk menyelesaikan krisis menjadi terbengkalai.

Dinamika eksekutif dan legislatif sering mengalami perubahan dari situasi tenang, berjalan baik bisa melonjak penuh ketegangan hingga menciptakan krisis politik yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional, baik di lembaga eksekutif maupun legislatif. Krisis politik sering terjadi baik ditingkat pusat maupun daerah, di samping dampak dari krisis tersebut belum menemukan solusi yang menyeluruh dan tuntas, sehingga diperlukan kepemimpinan yang kuat, berkompeten dan kredibel serta mampu memahami berbagai aspek politik negara, ekonomi dan informasi yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.

Tulisan ini wabil khususon dipersembahkan untuk saudara-saudarku di Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang sedang melaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2023 di Hotel Sultan, Jakarta.

(Penulis adalah Dosen/Wartawan Senior).

Example 120x600
Esai

Statistik menunjukkan jumlah “outstanding loan” pinjol di Jawa Barat mencapai hampir Rp16,5 triliun. Tren saat ini ternyata petani mengandalkan pinjol dan rentenir atau bank emok untuk memenuhi kehidupan sehari-hari terutama sebelum masa panen. Tentu saja, ini merupakan situasi yang sangat memprihatinkan.

Esai

Bang Ade dan Bang Jamal yang sedikit rada ngocol kata mereka bukan seteguk air lagi ini mah kaya orang lagi cape diseblok ama seember air jadi seger lagi.Bang RW Komar yang rada pendiam cuma keliatan senyum -senyum mendengar kata-kata bang Ade dan Bang Jamal.

Esai

Tujuannya agar apa yang dicita-citakan Sunan Gunung Jati seperti tertuang dalam 40 petatah petitihnya dapat diwujudkan untuk seluruh warga Jawa Barat.

Esai

Sejarah panjang praktik korupsi dan atau KKN di Kota Bekasi, selain disebabkan sifat serakah, juga oleh karena tingginya biaya politik ketika paslon mencalonkan diri menjadi wali kota dan wakil walikota. Biaya itu berupa mahar politik (nomination buying) dan jual beli suara (vote buying). 

Esai

“Tapi beliau pintar sejak kecil, pandai bergaul dan amat menonjol diantara kami,” ujar sang teman sambil berkelakar – sebuah pertanda bahwa Ahmad Syaikhu cakap memelihara tali silaturahmi dengan teman-teman semasa kecil sekali pun, sehingga suasana kekeluargaan tetap cair dan terpelihara dengan baik meski kini dipisahkan jarak dan jejak kehidupan.