Sejumlah elemen mahasiswa di berbagai daerah menggelar aksi demonstrasi pada Senin, 11 April 2022. Isu yang diusung antara lain penolakan tiga periode masa jabatan presiden yang mengarah ke penundaan Pemilu 2024.
Khusus aksi mahasiswa yang berlangsung di depan Gedung DPR/MPR-RI, Jakarta, setidaknya ada empat tuntutan yang disuarakan, pertama; mendesak dan menuntut wakil rakyat agar mendengarkan dan menyampaikan aspirasi rakyat bukan aspirasi partai. Kedua; mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menjemput aspirasi rakyat sebagaimana aksi massa yang telah dilakukan dari berbagai daerah dari tanggal 28 Maret 2022 sampai 11 April 2022. Ketiga, mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk tidak mengkhianati konstitusi negara dengan melakukan amandemen, bersikap tegas menolak penundaan pemilu 2024 atau masa jabatan presiden 3 periode. Keempat; mendesak dan menuntut wakil rakyat untuk menyampaikan kajian disertai 18 tuntutan mahasiswa kepada presiden yang sampai saat ini belum terjawab.
Sayangnya, butir-butir tuntutan itu kemudian tenggelam begitu saja oleh peristiwa pemukulan Ade Armando. Sebab, justru peristiwa pemukulan Ade Armando ini yang viral dalam pemberitaan maupun di jejaring media sosial. Ihwal pelakunya, tentu, jajaran kepolisian lebih tahu, dan kita tunggu saja hasilnya. Termasuk alasan apa Ade Armando yang bukan mahasiswa dan/ atau aparat keamanan, berada di lokasi.
Yang mungkin juga perlu dipahami oleh khalayak ramai, termasuk yang merasa dirinya bernyali tinggi, adalah bahwa aksi demonstrasi dapat berarti juga sebuah situasi kerumunan begitu banyak orang di suatu titik kumpul. Kumpulan orang banyak dalam waktu, tempat, dan tujuan yang sama serta bersifat sementara dikenal dengan istilah massa – ia merupakan salah satu bentuk kolektivisme atau kebersamaan. Massa juga memunculkan sebuah perilaku kolektif sebagai bentuk dari perilaku kelompok.
baca juga : https://bekasiguide.com/2022/04/11/demonstran-bijak/
Terbentuknya massa, paling tidak disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan. Pertama, hasil dari penghancuran terhadap keyakinan keagamaan, politik, dan sosial. Kedua, keniscayaan yang tak terelakkan dari kondisi dan pemikiran baru sebagai akibat dari penemuan dan perkembangan sains modern.
Massa sesungguhnya memiliki sifat-sifat psikologis yang dapat diamati. Seseorang yang terlibat dalam massa cenderung kehilangan kepribadian yang sadar dan rasional, juga melakukan tindakan kasar dan irasional yang berlawanan dengan kebiasaan. Hal ini karena massa diyakininya memiliki sifat yang lebih impulsif, mudah tersinggung, ingin bertindak dengan segera dan nyata, lebih mudah dipengaruhi, dan lebih mudah meng-imitasi. Massa dapat bertindak secara primitif dan tidak rasional karena individu yang menjadi bagian dari massa sikap serta tindakannya dipengaruhi oleh massa yang hadir.
Seseorang yang terlibat dalam massa juga mengalami deindividualisasi. Keadaan ini membuat seseorang mudah kehilangan identitas individunya dan mulai bergerak sebagai kelompok yang mudah terbawa suasana. Ketika berada dalam massa, besar kemungkinan seseorang akan kehilangan jati dirinya. Diri melebur bersama pusaran yang melingkupi. Terlebih, jika dilihat dalam sudut pandang maladaptif, eskalasi perilaku negatif acapkali akan menjadi sebuah epidemi.
Sebab itu, para ahli psikologi massa menyarankan agar peserta aksi demonstrasi sebaiknya membekali diri dengan persiapan mental dan fisik yang cukup. Persiapan fisik seperti makan, minum, dan cukup istirahat penting untuk memastikan bahwa tubuh sedang dalam kondisi prima. Membekali diri dengan pengetahuan akan urgensi dari sebuah aksi juga perlu agar dapat mengikuti kegiatan secara lebih terarah. Dengan demikian, kondisi mental juga lebih terjaga sehingga tidak mudah tersulut emosi.
Tak selamanya massa melulu indentik dengan energi yang negatif dan patologis, massa juga memiliki hukum bernama law mental unity. Kondisi ini menerangkan bahwa massa merupakan kesatuan pikiran dan jiwa. Jika diarahkan pada hal-hal baik, bukan tidak mungkin massa akan dapat membangun secara konstruktif, mendorong untuk melakukan perbuatan adaptif, dan memiliki sifat-sifat positif seperti rela berkorban dan suka membantu.
Yang agak repot diterka adalah latar belakang (motif) perorangan yang memantiknya melibatkan diri dalam aksi demonstrasi. Karena setiap orang mempunyai kebutuhan psikologis yang berbeda.
Inilah akar masalah yang perlu dicermati secara seksama dalam setiap aksi demonstrasi, sebab ketika sudah melebur dalam kerumunan, orang akan mudah tersugesti bila itu menyangkut penilaian ataupun perlakuan negatif pihak luar terhadap kelompoknya. Sehingga tanpa berpikir logis ataupun menilai kebenarannya, bila diprovokasi menjadi mudah tersulut emosinya dan melakukan tindakan impulsif agresif.
Realitasnya, emosi marah dan takut adalah emosi dasar utama yang dirasakan oleh manusia, setiap orang umumnya pernah merasakan hal ini. Perasaan ini dapat menyebar dan menular dengan cepat di tengah kerumunan kelompok. Mulai dari satu orang yang mengekspresikan dan kemudian beberapa orang yang mengikuti, hingga pada kelompok yang lebih besar.
Sebab itu, tafakurlah meski sebentar saja, sebelum bersikap atau melangkahkan kaki. (Imam Trikarsohadi – Pemimpin Redaksi)