Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Metropolitan

Ketum HMS: Defisit Anggaran yang Dalam dan Koreksi Pertumbuhan Ekonomi Pemicu Meningkatnya Porsi Hutang Pemerintah

×

Ketum HMS: Defisit Anggaran yang Dalam dan Koreksi Pertumbuhan Ekonomi Pemicu Meningkatnya Porsi Hutang Pemerintah

Sebarkan artikel ini
Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho. (poto:ist)

JAKARTA- Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho menilai pemerintah menaruh bom waktu bagi bangsa Indonesia hingga 10 tahun ke depan.
Pasalnya, uang pajak rakyat yang dikumpulkan melalui APBN harus menanggung beban akibat melebarnya defisit APBN 2020.

Hal ini disampaikan Hardjuno menanggapi pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahwa besaran defisit anggaran fiskal tahun ini akan menjadi beban pemerintah selama 10 tahun ke depan.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

“Jangan bermimpi tentang peningkatan kesejahteraan rakyat. Karena uang pajak rakyat akan dipakai membayar utang,” jelasnya pada Selasa (23/06/2020).

Menurutnya, defisit anggaran yang dalam dan koreksi pertumbuhan ekonomi menjadi pemicu meningkatnya porsi utang pemerintah.

Peningkatan utang diproyeksi terjadi karena negara membutuhkan tambahan dana untuk membiayai pengeluaran, yang tak sebanding dengan pendapatan.
Saat ini saja jelasnya, utang sudah menjadi beban berat APBN. Bahkan utang sudah mulai mengerus APBN.

“Anggaran negara dipakai membayar utang daripada untuk program rakyat,” ujarnya.

Dampaknya, hampir tidak ada program pemerintah yang diperuntukan bagi rakyat lantaran anggaran dipakai membayar utang.

Karena itu, Hardjuno mengingatkan pemerintah Indonesia agar tidak selalu mengandalkan utang dari negara lain dalam mengatasi persoalan ekonomi.
Pasalnya, bukan pemerintah yang akan menanggung beban tersebut melainkan rakyat Indonesia hingga anak cucu.

“Jangan lupa, yang membayar warisan utang ini adalah generasi sekarang dan mendatang,” ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, defisit fiskal tahun ini diperkirakan akan melebar menjadi 6,34 persen atau setara Rp1.039,2 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, pelebaran defisit APBN tahun ini terjadi karena pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19.

Salah satu peruntukannya yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp695,2 triliun.

Menurut Hardjuno, peningkatan defisit ini disebabkan Menteri Keuangan (Menkeu) tidak menghitung alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi atau untuk covid secara akurat. Akibatnya, tahun ini, alokasi anggaran dan program menumpuk pada APBN 2020 ini.

Yang lebih mengherankan lagi lanjut Hardjuno, ada program pemerintah yang justru tidak berkaitan dengan covid-19 atau pemulihan ekonomi.

Namun diikutsertakan dalam program pemulihan ekonomi. Misalnya, dana talangan buat BUMN seperti Garuda dan BUMN lainnya. Padahal sebetulnya, keuangan BUMN sudah jelek sebelum covid 19, tetapi dimasukan dalam APBN covid-19.

“Makanya, jangan heran kalau defisit APBN membengkak. Dan saya kira, Menkeu Sri Mulyani harus tanggung jawab sebagai bendahara negara,” tukasnya.

Example 120x600
Metropolitan

“Total ditanggal 3 Oktober itu kita melakukan pemeriksaan sikologis dan pemeriksaan pekerja sosial itu kepada empat korban. Hasilnya itu kita sampaikan ke polres yang akan menguatkan bukti. Kalau diundang-undang TPKS dijelaskan alat bukti itu selain pengakuan korban, visum ada juga surat keterangan ahli baik oleh psikolog klinis, psikiater atau kedokteran jiwa,” kata Fahrul di Cikarang Pusat, Selasa, 08 Oktober 2024.

Metropolitan

“Ternyata stok yang masuk tidak sebanding dengan permintaan artinya suplainya lebih tinggi dari pada demain ternyata mengakibatkan harga hampir 80% harga dibawah Harga Eceran Tertinggi (HET),” ucap Helmi di Tambun Selatan, Rabu, 02 Oktober 2024.