BEKASI- Wacana Kota Bekasi yang akan bergabung dengan Provinsi DKI Jakarta mendapat tanggapan dari salah satu tokoh muda Bekasi yang juga Anggota DPRD Kota Bekasi dari Partai Golkar Machrul Falak Hermansyah.
Proses penggabungan suatu daerah baik Kota maupun Kabupaten (Daerah Otonom), kata Machrul disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Wacana penggabungan Kota Bekasi sebagai daerah Otonom dengan Provinsi DKI dipertanyakan Machrul apakah Kota Bekasi sedang menggalami vailid (kebangkrutan).
“Pada Pasal 22 Ayat 1 (Daerah Otonom dapat dihapus apabila daerah yang bersangkutan dinyatakan tidak mampu Menyelenggarakan Otonomi Daerah). Apakah Kota Bekasi Bangkrut???,” tegas Machrul seraya bertanya, Jum’at (23/8/2019).
Proses pengabunggan suatu daerah otonom menurut Machrul, dapat dilakukan setelah ada kajian yang komprehensif, baik aspek administratif, teknik dan cakupan kewilayahan.
“Berdasarkan keputusan Kepala Daerah dan DPRD mengusulkan kepada Pemerintah Propinsi (Keputusan Gubernur + Keputusan DPRD) dan selanjutnya Rekomendasi dari Mendagri untuk di setujui Presiden. Apakah pak Ridwan Kamil atau pak Anis Baswedan beserta DPRD Propinsi mau menyetujui/ mengusulkan???,” tanya Machrul kembali
Ketika Kota Bekasi pernah meminta Pengelolaan SMA/SMK yang tidak dikabulkan Pemerintah Propinsi Jawa Barat, bahwa Dalam hal pengelolaan SMA/SMK, lanjut Machrul, mengacu pada UU 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah kewenangan Pemerintah Propinsi, bukan kemauan pribadi Gubernur.
“Jadi revisi dulu Undang-undangnya. Jika Pemerintah Kota Bekasi ingin menggratiskan SMA/SMK dengan tidak berbenturan dengan UU 23 /2014 adalah dengan memberikan Stimulasi Biaya Pendidikan kepada masing-masing Siswa/i SMA/SMK dengan mentransfer dana yang dibutuhkan untuk SPP, lansung ke Rekening Siswa/i SMA/SMK tersebut. Nanti dari Siswa/i membayarkan ke sekolahnya masing-masing,” paparnya.
Selanjutnya terkait Potensi Pajak Kendaraan Bermotor Kota Bekasi yang hampir 2 Trilyun kata Machrul, didalam UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Kewenangan Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kota/Kabupaten mendapat bagian sebesar 30% dari Pajak Kendaraan Bermotor tersebut serta 10% lagi tambahan untuk Pembangunan jalan dan Moda transportasi.
“Jika ingin mendapatkan bantuan keuangan lebih besar lagi dari Pemprop Jabar, Kepala Daerah dapat mengusulkan anggaran Pembangunan sesuai dengan mekanisme peraturan Perundang-undangan yang ada,” saya yakin Pak Ridwan Kamil akan merespon dengan baik.
Selanjutnya jika Kota Bekasi bergabung dengan dengan DKI, maka dipastikan :
1. Kehilangan Potensinya sebagai daerah otonom ( Hak, Wewenang, dan Kewajiban untuk menyelenggarakan Pemerintahan sendiri untuk mensejahterakan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang2an ).
2. Tidak akan lagi ada DPRD dan Pemilihan Kepala Daerah di Kota Bekasi karena pasti akan ikut aturan UU DKI sebagai daerah Istimewa.
3. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sekarang eselon II dan mempunyai jabatan di Kota Bekasi sebagai Sekretaris Daerah, Asisten Daerah, Staf Ahli, Kepala Dinas/Badan, akan kehilangan jabatannya karena di DKI Wilayah Kota Madya hanya ada Suku Dinas (Jabatan setara Eselon III), begitu pula selanjutnya berimbas para pejabat eselon III, IV kota Bekasi pasti akan sangat dirugikan. Kemudian tidak akan ada lagi TKK (Tenaga Kerja Kontrak ) karena di DKI hanya ada PHL (Pekerja Harian Lepas).
4. Potensi Pengeluaran Anggaran Belanja sangat besar yang bersumber dari APBN/APBD, untuk Perubahan Alamat Warga Kota Bekasi, Cetak 1-2 juta E-KTP, Kartu Keluarga, STNK, BPKB, Akte/Sertifikat Tanah, Rek. Listrik, Biaya untuk Plang Nama kantor Pemerintahan, Sekolah, Rumah tinggal, Rumah Ibadah, Penggantian logo pada atribut ASN, Siswa/i TK, SD, SMP dan SMA. Dll.
5. Proses Politiknya juga sangat Panjang seperti yang saya paparkan sebelumnya, karena harus merevisi puluhan Perda di Pemprop DKI dan Jawa Barat. (Butuh anggaran untuk Pembentukan Pansus2 sebagai landasan Keputusan DPRD ), selanjutnya setidaknya merevisi 2 Undang Undang, yaitu UU tentang Pembentukan Kotamadya Bekasi, UU Keistimewaan DKI dan UU lain yang diperlukan. Rancangan Undang-undang tersebut harus masuk ke Program Legislasi Nasional ( PROLEGNAS) di DPR RI. Berapa biaya untuk Pembahasan dan Pengesahan Undang Undang ???
Merevisi Permendagri tentang Batas Wilayah DKI, Kota Bekasi dan belum lagi Pergub dan Peraturan Perundang2an lainnya yang tentunya memerlukan anggaran.
6. Anggaran untuk Kajian Penghapusan/Penggabungan daerah otonom dan Survei Publik.
Untuk menyatukan visi pembangunan wilayah Jabodetabekjur saya lebih setuju adanya Lembaga setingkat Menteri, atau Menteri Khusus Jabodetabekjur agar Pembangunan lebih terkoordinasi dengan baik, efektif dan Efisien dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang maju, adil dan sejahtera.
Jangan sampai Anggaran Negara/Daerah dan Energi Masyarakat Terkuras percuma untuk Penggabungan /Penghapusan Daerah Otonom, lebih baik Fokus saja kepada RPJMD Kota Bekasi 2018-2023, Untuk Mewujudkan Kota Bekasi yang Cerdas, Maju, Kreatif, Sejahtera dan Ihsan. (TIM)