Esai

Sosok yang tak pernah putus asa. Menabung sejak 13 tahun, dan mendaftar sejak 2012. Dan akhirnya bisa berangkat tahun ini.

“Saya cukup merasakan getaran hati akan kerinduan ini. Menyambungkan shalawat jalan terbaik. Sambil menyaksikan jika makam itu hanya berjarak beberapa meter di depan kita”.

“Kalian ambil batu yang lain saja, agar pembangunan ini cepat selesai.” Subhanallah.

“Wahai Rasulullah… saya sudah disini. Sepanjang hidup saya membaca shalawat dan itu hanya untukmu.”

“Alhamdulillah.” 

“Ya Allah, aku datang. Hanya Engkau yang aku serahkan harap ini. Lancar dan mudahkan.”

“Wahai Rasulullah, angkat tanganmu berdoalah. Dan aku akan mengangkat gunung Taif ini untuk membinasakan penduduk itu.”

Saya jadi teringat ayah saya almarhum. Saat itu, beliau sudah kesana-kemari mengajar tentang manasik haji-umroh. Buku manasik yang selalu dibawa dalam tas mengajarnya sudah lusuh. Ayah memang seorang guru dan pendakwah agama.

“Makin jauh saja ya saya bisa ke ‘sana,” kata temen saya pekerja biasa yang pingin bisa haji tapi belum mendaftar.  “Tapi, Allah Maha Kaya,” katanya menghibur diri.