Akibat keserakahan mencari laba, bebagai hutan di.Jawa Barat dialihfungsikan sonder prosedur, sungai-sungai pun demikian, dibisniskan secara illegal, disumbat alirannya dan bahkan dilenyapkan.
Lalu, ketika hujan turun lebat, air dari puncak gunung dan bukit — tanpa reserver; mengalir liar menerjang apapun yang berada di dataran yang lebih rendah. Situasi makin dramatis karena sungai-sungai yang semestinya menjadi kanal saluran air, tak kuasa memerankan fungsinya lantaran dirinya telah diperkosa keserakahan para pencari laba. Sejurus kemudian, manusia hiruk pikuk karena harta bendanya bundas diterjang banjir.
Apa boleh buat, bencana yang disebabkan oleh manusia ini justru lebih besar dibanding kerusakan akibat bencana alam. Ini mengingat kerusakan yang dilakukan bisa terjadi secara terus menerus dan cenderung meningkat. Kerusakan ini umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan seperti perusakan hutan dan alih fungsi hutan, pertambangan, pencemaran udara, air, dan tanah dan lain sebagainya.
Beberapa fakta terkait tingginya kerusakan lingkungan di Indonesia akibat kegiatan manusia antara lain; laju deforestasi mencapai 1,8 juta hektar/tahun yang mengakibatkan 21% dari 133 juta hektar hutan Indonesia hilang. Hilangnya hutan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan, meningkatkan peristiwa bencana alam, dan terancamnya kelestarian flora dan fauna.
Selain itu, 30% dari 2,5 juta hektar terumbu karang di Indonesia mengalami kerusakan. Kerusakan terumbu karang meningkatkan resiko bencana terhadap daerah pesisir, mengancam keanekaragaman hayati laut, dan menurunkan produksi perikanan laut.
Keserakahan para pencari laba juga menyebabkan tingginya pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran laut di Indonesia. Bahkan pada 2010, Sungai Citarum pernah dinobatkan sebagai Sungai Paling Tercemar di Dunia oleh situs huffingtonpost.com. World Bank juga menempatkan Jakarta sebagai kota dengan polutan tertinggi ketiga setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City.
Alam dan lingkungan hidup menjadi tempat tinggal dan hidup manusia. Kondisi lingkungan akan berpengaruh langsung terhadap kondisi manusia. Karena itu sudah selayaknya tidak memperkosa dan memperdaya alam lingkungan semena-mena.
Sejatinya, jika mau berpikir sedikit saja, sungai-sungai yang sudah teramat banyak dimajalkan oleh tindak keserakahan, hakikatnya dalam berbagai budaya dan keyakinan, sungai melambangkan perjalanan hidup, kelestarian, dan kedamaian. Aliran sungai yang tiada henti mengajarkan manusia tentang pentingnya kontinuitas dalam berbuat baik, bergerak maju, dan menjaga harmoni dengan alam.
Dalam Islam, filosofi sungai ini selaras dengan perintah Allah SWT dalam ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di Gua Hira:nIqra’ bismi rabbikal-lażī khalaq (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan).
Ayat ini, yang menjadi pembuka surah Al-Alaq, bukan sekadar memerintahkan manusia untuk membaca secara harfiah. Makna “membaca” dalam ayat tersebut lebih luas, mencakup belajar, merenungi, dan mengambil hikmah dari setiap ciptaan Allah SWT di muka bumi, termasuk sungai yang mengalir dengan penuh keajaiban.
Dalam aplikasinya, umat Islam diajak untuk bertadabbur (merenung) terhadap tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Sungai, misalnya, memberikan pelajaran yang dalam keteraturan dan kepatuhan, kebermanfaatan, serta kesabaran dan keteguhan.
Air sungai yang selalu mengalir mengikuti jalurnya, manusia diajarkan untuk hidup sesuai dengan aturan dan kehendak Allah. Sungai tidak pernah melawan arus ciptaan-Nya, mengajarkan kita untuk berserah diri kepada Sang Pencipta.
Sungai juga menjadi sumber kehidupan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Filosofi ini mengajarkan bahwa manusia harus menjadi pribadi yang memberi manfaat kepada sesama dan lingkungan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad)
Air sungai pun mengalir melalui batu-batu besar tidak pernah berhenti, mengajarkan manusia tentang pentingnya kesabaran dan keteguhan menghadapi rintangan dalam hidup.
Allah SWT memerintahkan manusia untuk membaca tanda-tanda kebesaran-Nya di seluruh ciptaan. Gunung, laut, dan sungai bukan hanya fenomena alam, tetapi juga ayat-ayat kauniyah (tanda kebesaran Allah di alam) yang dapat meningkatkan keimanan.
Dalam QS. Al-Mulk: 19, Allah berfirman:”Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dapat terbang di angkasa bebas? Tidak ada yang menahannya selain Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang beriman.”
Dengan tadabbur, manusia diajak untuk bersyukur atas ciptaan-Nya dan menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Filosofi sungai dan perintah “Iqra’” dalam Al-Qur’an saling berkaitan, mengajarkan manusia untuk selalu belajar, merenung, dan mengambil hikmah dari setiap ciptaan Allah. Sebagaimana sungai yang mengalir tanpa henti, manusia diharapkan untuk terus maju, memberikan manfaat, dan berkontribusi untuk kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.
Mari kita jadikan alam ini sebagai guru, dan sungai sebagai pengingat untuk terus berbuat baik serta memahami kebesaran Allah SWT.
Oleh : Imam Trikarsohadi (Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik).