DPRD Kota Bekasi menggelar sosialisasi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Ketiga atas Perda Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2011 mengenai pengelolaan sampah. Regulasi baru ini disusun untuk menyesuaikan paradigma masyarakat sebagaimana diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008, bahwa sampah bukan lagi sekadar buangan, tetapi dapat memiliki nilai guna dan manfaat ekonomi jika dikelola dengan benar.
Raperda tersebut mendorong masyarakat meninggalkan kebiasaan lama dalam memperlakukan sampah. Pengelolaan diarahkan berbasis komunitas serta rumah tangga, termasuk pembentukan Bank Sampah Unit (BSU) di setiap RW sebagaimana didukung Permen LHK No. 4 Tahun 2021.
Sekretaris Komisi 2 DPRD Kota Bekasi asal Fraksi PAN Pembangunan, Evi Mafriningsianti, menegaskan bahwa perubahan regulasi ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat sistem pengelolaan sampah di tingkat kota maupun lingkungan.
Menurutnya, perubahan perda tidak hanya menjawab persoalan teknis, tetapi juga mempertegas komitmen pemerintah dalam menciptakan tata kelola sampah yang lebih modern, terstruktur, dan berkelanjutan.
“Hari ini public hearing, kita mendengar langsung terkait pengolahan sampah di Kota Bekasi. Perda ini penting agar lingkungan punya kekuatan menata dan mengolah sampahnya,” ucap Evi dikutip bekasiguide.com, Kamis 11 Desember 2025 di kecamatan Bekasi Timur.
Ia menambahkan, pemerintah sudah tidak boleh abai karena pengolahan sampah di Kota Bekasi sudah menjadi warning. “Sampah adalah tanggung jawab bersama,” kata dia.
Evi menjelaskan bahwa Raperda ini sangat penting karena memuat beberapa penyempurnaan mendasar, terutama dalam kerangka penguatan kelembagaan bank sampah dan tata kelolanya di tingkat RW.
“Raperda ini penting karena menjadi penguatan kebijakan bank sampah dan pengelolaannya, sehingga tidak hanya berdiri formal tetapi benar-benar berfungsi dan berkelanjutan di setiap lingkungan,” tegasnya.
Selain itu, penyempurnaan regulasi juga menyentuh penguatan pembiayaan bagi kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
“Peningkatan alokasi anggaran dan skema insentif juga menjadi bagian penting dalam Raperda ini. Selama ini insentif belum pernah berjalan maksimal, dan perubahan perda ini memastikan hal itu masuk sebagai kewajiban pemerintah,” ujar Evi.
Ia juga menekankan bahwa pendidikan lingkungan sudah harus menjadi budaya baru warga Kota Bekasi.
“Edukasi terkait sampah harus dimulai dari rumah. Setiap rumah wajib memilah sampah, setiap RT harus menggerakkan bank sampah. Kalau setiap warga bergerak, Kota Bekasi akan bersih dan nyaman ditinggali, karena bumi ini adalah tanggung jawab kita untuk dijaga,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengurangan Sampah dan Pengelolaan Limbah B3 DLH Kota Bekasi, Nazirwan, menilai bahwa perubahan perda ini tidak hanya memperkuat regulasi, tetapi juga membuka ruang lebih besar bagi pemerintah dalam memastikan keberlanjutan kegiatan bank sampah di masyarakat.
Menurutnya, dukungan berupa insentif akan menjadi energi baru bagi aparat pengelola sampah di tingkat lingkungan. Ia menjelaskan bahwa insentif yang diatur dalam Raperda nantinya menjadi bentuk kehadiran pemerintah untuk memastikan bank sampah dapat berjalan lebih aktif.
“Kami harapkan adanya wujud kepedulian pemerintah berupa pemberian insentif, bisa uang transport atau bentuk lain, supaya mereka lebih aktif dan semangat mengelola sampah, terutama di BSU,” jelas Nazirwan.
Nazirwan mengungkapkan bahwa aktivitas bank sampah saat ini belum merata di seluruh wilayah Kota Bekasi. “Yang aktif sekarang baru 537, sementara yang terdaftar sebagai mitra ada 409. Dengan perwal 2025, kita harapkan semua bank sampah di seribu RW bisa aktif,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa perubahan perda ini diharapkan tidak berhenti sebagai dokumen kebijakan, tetapi menjadi pendorong perubahan perilaku dan penguatan kapasitas pengelolaan sampah di tingkat komunitas. Bank sampah, menurutnya, memegang peran strategis dalam menekan volume sampah sekaligus menciptakan nilai tambah bagi masyarakat.
Lebih lanjut, Nazirwan menegaskan bahwa keberhasilan regulasi ini sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah dan masyarakat.
“Kalau regulasi ini berjalan, bank sampah di tiap RW bukan hanya tempat menaruh sampah, tetapi bisa menjadi pusat ekonomi warga yang benar-benar bermanfaat,” ujarnya.








