PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP), salah satu produsen baja terintegrasi terbesar di Indonesia, menggelar buka puasa bersama dengan media dari Bekasi, Cikarang, dan sekitar. Lebih dari momen kebersamaan, kegiatan ini menjadi ajang berbagi pandangan strategis perusahaan mengenai tantangan dan masa depan industri baja nasional.
Selain itu, juga menegaskan komitmen GRP terhadap praktik indụstri yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Dalam diskusi, GRP menyoroti tantangan serius yang dihadapi industri baja nasional. Terutama, terkait meningkatnya volume impor baja.
Berdasarkan data Indonesia Iron & Steel Industry Association (1ISIA), konsumsi baja nasional terus tumbuh dari 15 juta ton pada 2020 menjadi 17,A juta ton pada 2023, dan diperkirakan mencapai 18,3 juta ton pada 2024.
Namun, hampir separuh dari kebutuhan tersebut masih dipenuhi produk impor, khususnya dari Tiongkok, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Persaingan industri bukan hanya soal harga, tetapi juga soal tanggung jawab. Kami meyakini bahwa keberlanjutan dan kualitas harus menjadi prioritas utama dalam membangun infrastruktur nasional. Produk baja yang digunakan harus aman, tahan lama, dan diproduksi secara bertanggung jawab,” ujar Presiden Direktur GRP, Fedaus kepada awak media termasuk bekasiguide.com pada Selasa, 18 Maret 2025.
Sebagai bagian dari transformasi berkelanjutan, imbuh Fedaus, GRP telah mengadopsi teknologi Electric Arc Furnace (EAF) dalam proses produksinya. Teknologi ini memungkinkan pemanfaatan scrap baja atau baja bekas hingga lebih dari 70 persen sebagai bahan baku utama, yang kemudian diolah menjadi produk baja baru berkualitas tinggi. Pendekatan ini juga mendukung prinsip ekonomi sirkular, mengurangi ketergantungan terhadap bahan mentah baru, dan memperpanjang siklus hidup baja.
“Dengan memanfaatkan baja bekas sebagai bahan baku utama, kami mengubah limbah menjadi nilai. Iini adalah bentuk tanggung jawab GRP dalam menjaga kelestarian sumber daya alam sekaligus menciptakan efisiensi dalam rantai pasokan,” lanjut Fedaus.
Komitmen GRP terhadap lingkungan tidak hanya tercermin dari proses produksinya, tetapi juga melalui berbagai inisiatif non-produksi.
Menurut Fedaus, GRP secara aktif melakukan penghijauan di sekitar area operasional sebagai bagian dari upaya memitigasi dampak pemanasan global dan perubahan iklim. Hingga akhir 2023, GRP menanam lebih dari 9000 pohon dengan 78 varietas di area operasional dan sekitarnya.
Selain itu, tuturnya, GRP juga menerapkan pengelolaan limbah yang ketat serta efisiensi dalam penggunaan air. Sistem sirkulasi tertutup memungkinkan air hasil proses produksi dialirkan kembali ke cooling tower dan digunakan ulang untuk operasional, sehingga mengurangi konsumsi air bersih secara signifikan.
Di sisi sosial, jelas Fedaus, GRP terus menjalankan berbagai program tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility yang berdampak langsung pada masyarakat.
Beberapa inisiatif unggulan meliputi dukungan terhadap program pengentasan stunting, penanaman mangrove, serta aksi penanaman pohon trembesi dan angsana di daerah sempadan Kali Cikarang. GRP juga berperan aktif dalam perbaikan infrastruktur, seperti perbaikan jalan di wilayah operasional perusahaan. Salah satunya, di Desa Sukadanau, Cikarang Barat.
“Bagi kami, keberlanjutan adalah soal keseimbangan antara bisnis, lingkungan, dan masyarakat. GRP ingin tumbuh bersama komunitas sekitar dan menciptakan dampak positif yang berkelanjutan,” ujar Fedaus.
Dengan kombinasi antara inovasi teknologi, kepedulian lingkungan, dan komitmen sosial, GRP terus membuktikan diri sebagai perusahaan baja nasional yang memiliki visi jangka panjang.
“GRP percaya bahwa masa depan industri baja Indonesia terletak pada pelaku industri yang tidak hanya berdaya saing, tetapi juga bertanggung jawab dan berpikir jauh ke depan,” tutup Fedaus.