Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Bekasi mengklaim kasus kekerasan anak dan perempuan di Kabupaten Bekasi meningkat dikarenakan banyaknya masyarakat yang telah berani melapor ke UPTD PPA.
Gencarnya sosialisasi dan edukasi yang dilakukan dan lembaga-lembaga dibawah naungan DP3A seperti Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang melibatkan tokoh masyarakat menjadi pendorong, para korban untuk berani melaporkan kekerasan yang dialami anak dan perempuan.
“Sejak terbentuknya UPTD PPA, layanan PPA dan SAtgas PPA itu dari tahun ke tahun makin meningkat, bukan bahagia kasus meningkat, tapi bahagia pada saat masyarakat sadar berani melapor. Jadi kasus ini meningkat karena keberanian masyarkat berani untuk melapor. Awalnya mereka takutkan, semenjak kita sosialisasi mereka berani bicara,” kata Kepala Dinas DP3A Kabupaten Bekasi, Iis Sandra Yanti di Cikarang Pusat, Selasa, 15 Oktober 2024.
Selain sosialisasi, petugas layanan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang siaga di setiap Kantor Kecamatan juga menjadi pendorong para korban kekerasan anak dan perempuan untuk melapor.
Berdasarkan data UPTD PPA Kabupaten Bekasi, hingga September 2024 terdapat 215 kasus kekerasan anak dan perempuan. Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi yang tertinggi diantara kasus lainnya yakni sebanyak 40 kasus.
“Karna kasus perempuan dan anak dianggap sebagai aib. Seorang istri mengalami KDRT kalau itu tidak banget-banget, tidak mau melapor karna tidak keberanian perempuan, pada saat dia lapor pastikan kontak sama suaminya, nah suaminya dilaporkan ditahan polisi yang mencari nafkah siapa. Itu yang jadi dasar pertimbangan mereka tidak mau melapor,” tambahnya.
Menurutnya, pada kasus-kasus tertentu yang menimpa anak dan perempuan tidak boleh dilakukan restorasi justice. Namun, jika kasus yang menimpa anak, dibawah umur khususnya, pihaknya menekankan untuk mengutamakan kepentingan anak.
“Sebetulnya kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan itu tidak boleh ada yang restorasi justice kecuali pelakunya adalah anak,” terang Iis.
Selain KDRT, pelecehan seksual juga mendominasi, yakni sebanyak 36 kasus, dan kekerasan fisik sebanyak 25 kasus. 19 jenis kasus kekerasan yang terlapor oleh DP3A Kabupaten Bekasi itu dialami oleh 129 anak dan 86 perempuan di Kabupaten Bekasi.
Kendati demikian, pihaknya terus berupaya melakukan pendampingan dengan menghadirkan tenaga ahli psikolog dan menfasilitasi bantuan hukum bagi para korban kekerasan.
“Yang pelecehan seksual itu terkadang dilakukan oleh orang terdekat, bisa bapak tiri, bapak kandung, guru ngaji juga termasuk orang terdekat. Jadi motivasinya, pertama itu pengaruhnya juga dari media sosial, mereka bebas mengakses terkait dengan video-video pornografi. Memang banyak faktor ya, faktor pengasuhan orang tua yang membebaskan anak keluar rumah sampai tengah malam,” katanya.
Dalam melakukan pemberdayaan, pencegahan dan pendampingan, pihaknya berkoordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pekerja anak, Dinas Kesehatan untuk penanganan korban kekerasan secara medis dengan RSUD Cibitung, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Pengadilan dan Kepolisian.
“Kita upayakan ditangani dengan tuntas. Kalau sudah masuk ke pengadilan itu lebih ke arah penegak hukum, kalau kita sebatas untuk memfasilitasi ketika mereka butuh pendampingan seperti psikolog dan lainnya,” tandas Iis.