Para pemimpin dunia, kini tentu saja ketar-ketir, menyusul serangan rudal dan drone kamikaze Iran terhadap Israel. Salah mengambil keputusan bersama, terutama oleh AS dan sekutunya, bisa jadi akan menjadi gerbang utama perang dunia ke-3 (PD3).
Serangan Iran tehadap Israel, tentu dipicu oleh sebab musabab akumulatif oleh prilaku barbar Israel terhadap warga siipil Palestina. Kemarahan Iran atas penyerbuan Israel terhadap kantor atase Iran di Damaskus, Suriah, adalah picu pantik semata.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara geopolitik dunia, bisa jadi, ancaman PD3 akan muncul dari Timur Tengah. Ini pun, sejatinya, menjadi kekhawatiran AS sejak lama.
Kedekatan yang terjadi antara Iran dengan Rusia dan China telah membawa Teheran ke titik baru oleh sekutu-sekutunya itu. Artinya, Teheran akan didorong Beijing dan Moskow untuk bergerak melampaui batas tradisional mereka. Di mana negeri itu akan mengancam Israel dan mendorong AS bergerak.
Intinya, Iran telah diberdayakan oleh sekutunya di Beijing dan Moskow. Itulah tepatnya yang sedang terjadi. Kepemilikan Iran akan nuklir juga menjadi sinyal lain. Iran diketahui telah memperkaya uranium beberapa tahun terakhir.
Perjanjian pembatasan nuklir yang semula telah dibuat di era Presiden AS Barrack Obama, musnah di bawah aksi penerusnya Donald Trump, yang secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir 2018 itu. Alhasil Iran, yang kembali dikenai sejumlah sanksi oleh Washington, maju dengan proses pengayaan uraniumnya dengan cepat.
Seperti dilaporkan berbagai media ternama, China dan Rusia telah melakukan pembicaraan dengan Iran untuk mengisi pasokan senyawa kimia penting untuk rudal balistik.
Hal in kemudian dimanfaatkan untuk membantu Rusia mengisi stok roketnya yang mulai habis di Ukraina. Drone Iran memang dilaporkan digunakan Rusia dalam perang dengan tetangganya itu, yang menyebabkan kehancuran signifikan di beberapa kota milik Kyiv.
Khusus China, diketahui Presiden Iran Ebrahim Raisi pernah menulis sebuah opini untuk media pro pemerintah Beijing, People’s Daily, yang menyebut bahwa China dan Iran adalah “teman dalam situasi sulit”. Ketergantungan Iran ke China meningkat beberapa talun terakhir, mulai dari perdagangan, hingga menjadi “juru selamat” yang mendamaikannya dengan Arab Saudi.
Perang tak berkesudahan antara Rusia dan Ukraina hingga konflik di Timur Tengah yang melebar akibat perang Israel dengan Hamas menjadi salah satu alasan mengapa kondisi geopolitik dunia saat ini tidak baik-baik saja.
Banyak yang menganggap kondisi ini dapat memicu Perang Dunia 3. Dampak memanasnya kondisi geopolitik dunia juga berpotensi memberikan imbas buruk ke 14 negara di dunia.
Tidak hanya akan ada korban jiwa, masyarakat diprediksi akan kesulitan untuk melanjutkan hidup karena kemiskinan menghantui mereka jika terjadi perang Dunia 3.
Ekonomi banyak negara, baik negara kaya maupun negara miskin, juga akan terpengaruh jika terjadi perang dunia. Simbiosis mutualisme yang terjadi di zaman kini lewat hubungan diplomatik dan ekonomi pun akan hancur lebur.
Di sisi lain, Indonesia juga disebut-sebut dapat terdampak jika benar terjadi Perang Dunia 3 di masa depan, yang akan berdampak ke harga energi seperti gas dan minyak bumi, yang merupakan komoditas andalan Indonesia RI.
Indonesia sebagai pengimpor bahan bakar minyak (BBM) akan terkena imbas cukup berat dari sisi APBN maupun inflasi.
Oleh : Imam Trikarsohadi