BEKASI- Suhadi (63) mantan satpam SMA Negeri 18 Kota Bekasi dipecat dengan tidak hormat oleh pihak sekolah. Diduga telah terjadi kecurangan dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) online 2023 di sekolah tersebut.
Suhadi menceritakan, awalnya dia diminta Asep Surahman selaku staff Tata Usaha yang juga operator PPDB Online di SMAN 18, untuk mencari orang tua siswa yang ingin anaknya masuk ke sekolah tersebut tanpa melalui jalur PPDB Online, alias nyogok.
“Ibu nelpon gue suruh mengkondisikan dapodik dua kelas pak (kata Asep ke Suhadi). Dan di situ Asep nanya lagi, ‘gimana pak kira kira sepakat?’,” terang Suhadi kepada awak media di rumahnya di lingkungan RT.010/RW.004 Kelurahan Aren Jaya tak jauh dari SMAN 18 Kota Bekasi, Minggu (13/8/2023).
Terkait dengan Ibu yang dimaksud oleh Asep, Suhadi mengaku tidak mengetahui secara jelas yang dimaksud oleh Asep. Namun, diketahui Kepala SMAN 18 saat ini dijabat oleh Medina Siti Almunawaroh.
Diakui Suhadi, setelah mendapat arahan dari Asep, ia memang mendapati sejumlah orang tua calon siswa yang ingin anaknya masuk ke SMAN 18 Kota Bekasi. Total ada 13 orang tua calon siswa yang menitipkan anaknya ke Suhadi. Satu di antaranya calon siswa baru untuk di SMAN 1 Bekasi.
Besaran nominal yang dikeluarkan para orang tua peserta didik baru yang berminat sekolahkan anaknya di SMAN 18 Bekasi bervariatif. Suhadi mengaku, total uang ada sekitar Rp104 juta dari orang tua siswa yang telah di setorkan ke Asep.
“Sudah saya serahkan semua 13 map berkas dan amplopnya. Total dari 13 itu Rp7 juta di kali 12. Ditambah Rp20 juta yang untuk SMA 1, kalau diakumulasi sekitar Rp104 juta,” ungkapnya.
Namun sampai tahun ajaran baru 2023/2024 dimulai, calon siswa yang dibawa oleh Suhadi tak kunjung diterima di SMAN 18 dan SMAN 1 Kota Bekasi.
Para orang tua yang merasa tak terima kemudian mendesak Suhadi, dan pihak sekolah. Mereka kata Suhadi menuntut uang yang sudah keluar dikembalikan. Namun, kata Suhadi, desakan orang tua calon siswa kepada pihak sekolah tak membuahkan hasil.
“Sampai saat ini, setahu saya belum ada yang di akomodir, bahkan dipertemukan dengan kepala sekolah saat itu pada Senin, saya lupa tanngalnya, tanggal 31 kali, silahkan sekolah di Swasta aja,” ujarnya.
Sementara Suhadi pun juga tidak dapat berbuat banyak. Menurutnya, dia hanya bertugas sebagai perantara. Justru pada kasus tersebut Suhadi malah diberikan dua pilihan oleh pihak sekolah yaitu mengundurkan diri atau dipecat secara tidak hormat.
Suhadi mengungkapkan, Pemberhentiannya secara tidak hormat oleh sekolah pada 8 Agustus kemarin juga dinilai tidak memberikan informasi yang jelas. Pasalnya, dalam surat pertama terkait dengan pemanggilan Suhadi disebut tidak mengikuti program sekolah, perilaku ini dikategorikan sebagai perilaku kurang disiplin.
Sedangkan pada surat pemberhentian, tidak ada dasar apapun, penyebab Suhadi harus diberhentikan dengan tidak hormat. Selain itu, surat pemanggilan ditujukan kepada Suhadi dengan keterangan jabatan Security, sedangkan pada surat pemberhentian disebutkan ia sebagai pegawai tata usaha SMAN 18 Kota Bekasi.
“Mungkin (PPDB) itu alasannya ya, cuma disini kan tidak spesifik, artinya ya alasannya menurut saya tidak jelas. Tapi kalau melihat surat skorsing-skorsing yang diberikan ke saya, kelihatannya itu masalah PPDB,” tambahnya.
“Saya ingin meminta keadilan saja, dipecat tidak hormat dengan alasan sebagai pelaku utama. Padahal saya hanya diperintah oleh saudara Asep,” terang Suhadi.
Keberadaan Asep Tidak Diketahui
Diketahui, Asep sudah tidak lagi bisa ditemui sejak akhir Juli. Selama ini, ia tinggal di Kampung Mede, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur bersama mertua, istri, dan dua anaknya.
Kemarin, beberapa orang tua siswa yang memberikan dokumen dan uang pendaftaran mendatangi langsung ke kediaman Asep. Namun Asep tidak ada di tempat. Hanya didapati kedua mertua Asep, istri, dan dua anaknya.
Mereka pun mengaku bertanya-tanya tentang keberadaan Asep usai keluar rumah berpamitan ke sekolah menggunakan motor milik mertuanya.
Orang Tua Siswa meminta uang dikembalikan
Salah satu orang tua siswa, Doni Hendrawan mengaku setiap hari mendatangi kediaman Asep untuk bertemu dan meminta pengembalian uang. Saat ini, anaknya telah mendaftar dan bersekolah di SMA swasta.
“Saya hanya menuntut dana yang sudah saya berikan kembali, karena anak saya juga sudah tidak mungkin masuk ke SMA tersebut. Total yang saya kasih masuk (untuk masuk SMAN Rp10) Rp10 juta,” ungkapnya.
Doni masih menunggu itikad baik Asep. Terakhir kali dihubungi oleh istrinya, Asep membalas foto disertai dengan keterangan sedang berada di Polres, hanya tidak diketahui lokasi detailnya.
Jika tidak kunjung mendapat kepastian, ia berencana membawa masalah ini ke ranah hukum. Sebelum Asep menghilang, ia selalu dijanjikan anaknya bisa masuk ke SMAN 18 Kota Bekasi.
“Kita mau masuk ke sekolah selanjutnya juga kan butuh biaya, karena kan biaya kita tertahan disini. Saya berharap cepat selesai saja lah ini masalah, dana kami dikembalikan,” tambahnya.
Mertua Asep Tidak mengetahui keberadaan menantunya
Pada saat yang sama, Ayah Mertua Asep, Suwardi mengaku ia dan anaknya saya ini masih bertanya-tanya tentang keberadaan Asep. Tidak ada apapun yang diceritakan oleh Asep kepada keluarga. Ia mengetahui masalah ini setelah Asep terakhir kali pergi dari rumah menggunakan motor miliknya dan tak kunjung pulang.
“Nggak (pulang), sampai sekarang kurang lebih sebulan. Mungkin bisa juga sudah rencana kali ya motor saya dipakai itu udah niatnya niat nggak benar,” katanya.
Suwardi mengaku menantunya sosok jarang berada di rumah, sekalipun pada hari libur akhir pekan. Selama Asep menghilang, diakui banyak orang tua siswa datang ke rumahnya mencari Asep.
Saat ini, ia hanya bisa berharap Asep kembali ke rumah dan menghadapi permasalahan yang terjadi.
“Mau saya itu temuin aja, hadapin, nanti kan dimusyawarahkan tuh. Terbuka saja semua, satu kena, kena semua, nggak mungkin dia sendiri yang kena,” ungkapnya. (bams)