Tugas belajar siswa atau peserta didik setiap jenjangnya membutuhkan waktu yang berbeda. Apabila Sekolah Dasar maka membutuhkan waktu 6 tahun dan mengikuti semua proses belajar mengajar dengan baik dan menyelesaikan tugas akhirnya, yaitu ujian akhir sekolah.
Apabila siswa Sekolah Menengah Pertama maka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajarnya adalah 3 tahun, mengikuti program belajar mengajar dengan baik dan menyelesaikan tugas akhir ujian nasional (UN ) dan dinyatakan lulus. Begitu juga siswa SMA, memebutuhkan waktu belajar 3 tahun dan menyelesaikan Ujian Nesional serta dinyatakan lulus. Itu yang terjadi selama ini.
Nah, sekarang saatnya siswa kelas akhir tersebut menuai hasil belajar mereka. Tetapi dari rumah masing-masing. Ketika melihat anak- anak SMA kelas 12, berteriak kegirangan di laptop masing-masing ketika mendengar dirinya dinyatakan lulus pada tanggal 3 Mei lalu, dan anak-anak kelas 9 pada tanggal 5 Juni lalu, mungkinkah ini juga akan sama kita liat di tanggal 15 Juni 2020, esok hari ?
Berbagai perasaan berkecamuk di hati, bahagia, terharu, sedih dan masih banyak lagi perasaan lainnya. Sebagai pendidik mungkn apa yang penulis rasakan juga dirasakan juga oleh guru-guru kebanyakan ketika anak didik kita telah menyelesaikan tugas belajarnya selama 6 tahun bila di Sekolah Dasar, 3 tahun bila jenjang Sekolah Menengah Pertama, dan 3 tahun juga di jenjang Sekolah Menengah Atas.
Tetapi masalahnya ada yang ‘berbeda” di tahun ini. Mengapa ? Karena mereka semua lulus tanpa melalui Ujuan Sekolah (US) untuk SD dan untuk SMP dan SMA tidak melalui Ujian Nasional ( UN), yang seperti kakak-kakak tingkat mereka sebelumnya.
Hal ini dikarenakan terkait kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mencanangkan penghapusan Ujian Nasional (UN).
Terkait dengan penghapusan Ujian Nasional (UN) peserta didik, kelas 6, 9 dan 12 ini merupakan program Gebrakan Merdeka Belajar yang digelontorkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, yang berisi empat Program Merdeka Belajar yang bahwa esensi kemerdekaan berpikir, harus didahului oleh para guru sendiri sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi. Motto “Merdeka belajar, Guru Penggerak”
Terkait Merdeka Belajar ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI, yaitu:
1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA.
Asesmen kompetensi minimum adalah kompetensi yang benar-benar minimum di mana kita bisa memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum. Apa itu materinya. Materinya yang bagian kognitifnya hanya dua. Satu adalah literasi dan yang kedua adalah numerasi
Numerasi adalah kemampuan menganalisis menggunakan angka. Dia menekankan ‘literasi’ dan ‘numerasi’ bukan mata pelajaran bahasa atau matematika, melainkan kemampuan murid-murid menggunakan konsep itu untuk menganalisis sebuah materi.
Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya. Apa sebenarnya PISA dan TIMMS itu?
Dilansir dari News.Detik.com, Survei Program for International Student Assessment (PISA) adalah survei yang kerap jadi rujukan untuk melihat kualitas pendidikan di dunia. Survei ini diselenggarakan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tiap tiga tahun sekali.
PISA sudah dimulai sejak tahun 2000 dan berlangsung hingga sekarang. Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi sejak tahun 2001. PISA juga tidak hanya memberikan informasi tentang benchmark pendidikan Internasional, tetapi juga informasi mengenai kelemahan serta kekuatan siswa beserta faktor-faktor yangmempengaruhinya.
Masih menurut News.Detik.com, The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) adalah penilaian internasional untuk pengetahuan matematika dan sains pada siswa kelas 4 dan 8 di seluruh dunia. TIMSS dikembangkan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Prestasi Pendidikan (IEA) untuk memungkinkan negara-negara yang berpartisipasi untuk membandingkan prestasi pendidikan siswa diseluruh dunia. TIMSS pertama kali dikelola pada tahun 1995 dan dilakukan setiap 4 tahun.
Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian, seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
2. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP yang biasa oleh guru dibuat sangat detail/ terperinci dan cukup banyak halamannya, pada Program Rencana Merdeka Belajar ini, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
3. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi, diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini
Tujuan merdeka belajar adalah agar para guru, peserta didik, serta orang tua bisa mendapat suasana yang bahagia. Tetapi dalam penerapannya tidak sesederhana itu. Tidak semudah itu. Seperti biasanya hal yang baru membutuhkan waktu untuk beradaptasi, mencoba untuk dilaksanakan secara bertahap, karena apabila tidak bertahap yang timbul justru akan membuat banyak hal yang tidak sesuai target.
Seperti contohnya ketika Ujian Nasional tidak diterapkan lagi tahun ini, ketika siswa mengetahui tahun ini kelulusan tanpa melewati Ujian Nasional, maka meninmbulkan sikap masa bodoh pada beberapa siswa , dikarenakan beban UN sudah tidak ada lagi sehingga efeknya yang kita terima, peserta didik tambah memandang sebelah mata nilai kelulusan karena peserta didik merasa akan lulus tanpa Ujian Nasional yang biasa dilakukan yang diperjuangkan kelas akhir. Memang tidak semua siswa seperti itu, tetapi ada yang kurang memahami walaupun sudah ada sosialisasi.
Harapan kita semua bahwa pendidikan ke depannya akan lebih baik lagi, dan kita semua baik, peserta didik, pendidik, dan warga sekolah mempunyai persepsi yang sama dalam memendang pentingnya pendidikan karena segala yang terkait dalam pendidikan akan menjadi dasar bagaimana nasib bangsa kita di tangan generasi penerus.
Edukasi dan sosialisasi menjadi hal wajib dan terus digaungkan tentang menyatukan persepsi pendidikan agar kelak dikemudian hari regulasi yang dijalankan menghasilkan seperti target yang telah ditetapkan.
Sebagai pendidik, pastinya penulis ingin, merdeka belajar benar-benar menjadi kenyataan dalam arti yang sebenarnya serta menjadi hal yang terus dievaluasi terus menerus agar sesuai dengan perkembangan jaman. Karena pada dasarnya yang dari semua ini adalah, perubahan itu sendiri.
Penulis : Dr. Sarmini, S.Pd.,MM.Pd (Direktur Sekolah Islam Nabilah, Batam /Dosen Universitas Ibu Sina / Dosen Universitas Batam).