KARAWANG- Ribuan massa dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMI) se- Jawa Barat bersama para petani Teluk Jambe berencana menggelar aksi di kantor Pemerintahan Kabupaten Karawang pada Selasa (10/04) pagi sekira pukul 09:00WIB. Rencananya, massa sekira 5000 an itu juga akan melakukan aksi ke salah satu pengembang properti terkemuka yang ada di Karawang.
Surat pemberitahuan aksi sesuai yang dilayangkan ke Polres Kabupaten Karawang dengan nomor 145/P/LSM-GMBI/KRW/IV/2018 Tanggal 04 April 2018.
“Aksi unjuk rasa ini bentuk solidaritas LSM-GMBI kepada masyarakat Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya di Kecamatan Teluk Jambe Barat, Kabupaten Karawang. Untuk merebut kembali kedaulatan hak atas tanah seluas kurang lebih 286 hektar (Ha) yang diduga dicaplok salah satu pengembang properti terkemuka yang terus menerus meluaskan kerajaan bisnis properti dan real estate di berbagai wilayah terutama di kawasan Jabodetabek,” kata Zakaria selaku Ketua LSM GMBI Distrik Wilayah III, Senin (09/04).
Pria yang akrab disapa Abah Zaka ini melanjutkan, Teluk Jambe adalah potret kecil dari dahsyatnya konflik agraria yang menimpa petani Indonesia. “Sudah empat tahun para petani warga di Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya, kehilangan lahan pertaniannya karena dirampas paksa,” kata dia.
Abah Zaka menambahkan, yang lebih memilukan ratusan petani harus rela terusir dari tanah kelahirannya sendiri, ladang tempat bertani mereka dipaksa tandus dan diduduki oleh ribuan centeng penjaga modal aseng.
“Ratusan warga rakyat tani yang tak berdosa menjadi korban, harus sudi hidup miskin dan terlunta di tanah sendiri. Berbagai upaya pencaplokan dilakukan baik dengan cara halus berupa rekayasa hukum maupun dengan cara kekerasan seperti eksekusi paksa yang melibatkan ribuan aparat keamanan,” terang dia.
Ia mengatakan, perampasan tanah juga dilakukan dengan dalih investasi menjadi slogan. Pembangunan berlumur darah reformasi agraria yang jauh dari harapan penyelesaian konflik yang terus berkecamuk dan menuntut tumbal. “Walapun warga tiga Desa Wanakerta, Wanasari, dan Margamulya sudah melakukan berbagai cara untuk memperoleh haknya namun hukum tak lebih dari alat legitimasi kesewenang-wenangan para cukong dan penguasa,” kata dia.
Menurutnya, konflik agraria akan tetap terjadi apabila pemerintah tidak serius menanganinya. Pemerintah seharusnya hadir ditengah-tengah masyarakat dan menjamin kepastian hidup bagi masyarakat. “Untuk itu GMBI sebagai lokomotif perjuangan rakyat tertindas menjadi instrumen penting dalam mencari jalan keadilan. Kedaulatan adalah hak segala bangsa yang harus dibela dan diperjuangkan sampai nafas tak lagi bersama raga,” tegasnya
Lebih lanjut, Abah Zaka mendesak kepada Pemda Karawang agar segera melakukan pembogkaran terhadap kantor pemasaran yang diduga tidak berijin yang berlokasi di tanah sengketa tersebut. ”Kami tidak menolak pembangunan, sepanjang pembangunan itu tidak memperpanjang barisan perbudakan.!! Aksi 104 Rakyat Berjuang,”tandas dia. (ell)