Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Esai

Sudah Rindu Meski Kaki Belum Sampai Rumah

×

Sudah Rindu Meski Kaki Belum Sampai Rumah

Sebarkan artikel ini

LANGKAH kaki kami mulai menaiki tangga pesawat di Bandara Madinah. Ya, kami akan pulang. Setelah sebulan lebih kami di tanah suci, tiba saatnya pulang ke tanah air.

Ini pertama kali saya keluar negeri. Dan itu ke tanah suci. Kesan yang luar biasa selama ini, selama di tanah suci. Pulang dengan membawa pengalaman tak terlupakan.

Scroll Ke Bawah Untuk Melanjutkan
Advertisement

Bayangan kami kembali melambung kepada anak-anak yang sudah sebulan lebih kami tinggalkan. Rasa rindu baru muncul dengan kuat. Anak-anak yang hebat, yang sudah kami doakan di tanah suci ini.

Seperti saat berangkat, kami sudah diatur berjalan masuknya ke pesawat. Nomer kursi sudah ditempel di tas kecil kami. Nomer seperti saat berangkat. Luar biasa memang petugas yang mengatur ini semua.

Bangku yang kami tempati pun sama saat berangkat. Ada di ujung, dan paling spesial. Bangku yang lebar, dengan panjatan kaki bisa diatur. Di depannya ada meja, dan setumpuk majalah. Layar lebar ada di depan mata.

Sekembali kami memang menjadikan kami banyak bersyukur. Atas semua karunia selama di tanah suci. Pun juga bersyukur atas karunia kemudahan dalam setiap perjalanan ini.

Kami memang haji reguler, tetapi ternyata kami menempati tempat yang super VIP. Alhamdulillah.

Dalam hati kami juga berasa berat sebenarnya berpisah dengan tanah suci. Tetapi kami yakinkan, bahwa tak ada doa yang ditolak, Termasuk doa agar diberi kesempatan bisa kembali lagi ke sini.

Kami juga mengharapkan bisa kembali ke tanah suci ini, karena ini bisa mencium hajar aswad. Selama di Makah, beberapa kali kami mencoba ternyata tidak bisa. Kami hanya bisa berdoa, agar semua kekurangan ini diampuni dan tidak menjadi penyebab kekurangan ibadah kami.

“Ya Allah, jangan jadikan kekurangan ini menjadi kekurangan dalam ibadah kami. Maka, beri kami kesempatan di tahun depan untuk mewujudkannya,” doa saya.

Dan alhamdulillah, doa itu kemudian terkabul di tahun mendatang. Kami bisa umroh dan menuntaskan kerinduan mencium hajar aswad. Jika saja Rasulullah tak melakukan ini, mencium kamu wahai hajar aswad, maka aku pun tak akan melakukannya. Alhamdulillah.

Sejujurnya sangat banyak kenangan di tanah suci ini. Dan mustahil bisa diungkapkan semuanya. Karena setiap detik dan setiap sudut ketika di tanah suci adalah karunia Allah.

Selama 9 jam di atas awan Madinah-Jakarta kami isi dengan bersyukur. Jujur tak ada sedikitpun keinginan agar dipanggil ‘Pak Haji’ setelah ini. Jauh. Kami cukup lega dan bersyukur karena bisa diberi kesempatan menunaikan rukun Islam yang kelima. Selebihnya tidak ada lagi.

Sesampai di Cengkareng, turun dari pesawat, sekali lagi kami saling berpelukan antar teman. Mengambil foto di depan pesawat berbadan lebar yang telah membawa kami pulang. Kami bisikkan ke teman-teman, tugas berat kita saat ini adalah menjaga kemabruran. Dan lebih beratnya, mabrur itu harus sepanjang hayat.

Wahai tanah suci. Kami sudah rindu meski kaki ini belum sampai rumah. Terima kasih, ya Allah.

Bekasi, 22 Juni 2025

Chotim Wibowo (IPHI Kota Bekasi)

Example 120x600
Esai

‘Ya Allah, ini putaran terakhir kami. maka ampunilah kami, ampunilah jika selama kami menjadi tamu di sini tak bisa menjadi tamu yang baik. Ampunilah kami, dan terimalah haji kami, dan jadikan haji kami haji yang mabrur.’

Esai

“Sampaikan rindu saya, jika diantara kalian, ada yang pernah menjadi mulia karena menjadi tapakan Rasulullah. Sampaikan rindu kami,” bisik saya.

Esai

“Ah, enak sekali. Suasana haji ini demikian merindukan. Doa kami, semoga kami bisa kembali lagi ke sini”.