KLOTER Pertama Calon Jamaah Haji sudah berangkat. Mereka akan menuju Madinah terlebih dahulu.
Satu hal terkenang saat manasik sebelum berangkat haji 2006 adalah tentang kubah hijau. Kubah ini spesial, yang menjadi penanda khas Masjid Nabawi.
Namun, ketika kaki ini mulai melangkah ke masjid, penanda kubah hijau belum terlihat. Justru yang tampak pertama, adalah menara khas masjid nabawi yang menjulang. Menara yang sejaun ini hanya kami bisa lihat di sajadah.
Masjid Nabawi adalah masjid Rasulullah. Kerinduan akan sosok yang dicintai selalu menggoda. Sepanjang perjalanan sejak kaki melangkah dari hotel hendak ke masjid. Kebetulan, jarak hotel dan masjid tak jauh. Kami menginap di hotel Bin Dawud, persis di samping masjid.
Shalawat tak pernah henti. Shawalat apa saja yang saya hafal saya baca. Ketika berombongan, kami meniatkan sowan kanjeng nabi.
Hati sudah tak karuan. Ketika keluar hotel. menara masjid sudah langsung terlihat depan mata. Di sinilah kami ada di depannya. Masjid yang dicintai seluruh umat Islam. Saat ini ada di depan mata.
Ketika kaki melangkah masuk masjid, degupan jantung berasa lebih cepat. Mata saya menyapu sekeliling masjid. Tapi tak menemukan kubah hijau.
Baru beberapa saat ada di masjid, ruangan atas yang kosong tampak terlihat kubah itu. Allahumma sholli ala Muhammad. Mendorong kaki terus melangkah, lebih mendekat. Nggak tau kenapa, jamaah semakin banyak. Semakin berjubal.Kenapa ya.
Ya Allah… tak terasa ternyata kami berada di sisi area Raudhah. Tiang masjid yang khas menandakan area Raudhah ini. Inilah taman surga yang ada di dunia, batin saya. Sudah jutaan doa dipanjatkan di area ini. Sudah jutaan doa pula dikabulkan.
Saya segera mengambil posisi standbey. Menyapu penglihatan jika ada lokasi kosong langsung mengisi, kata saya. Dan tak lama, seorang jamaah asal china seperti memanggil dengan bahasa isyaratnya. “Sini.” Saya setengah berlari masuk ke tengah area sesuai panggilan itu. Mungkin dia melihat rona wajah saya yang bingung kali ya.
“Shollu..” katanya menyuruh saya shalat persis di depannya. Yang kemudian dia minggir dan keluar area.
Ya Allah… demikian mudahnya saya bisa berada di raudhah ini. Atas kesempatan darijl jamaah China yang entah sudah ke mana dia. Saya shalat dua rekaat. Ga seperti biasanya, nikmat bener shalat di sini. “Ya Allah, ampuni kami.”
Setelah dirasa cukup saya berdiri. Saya melakukan seperti jamaah china tadi. Mencari jamaah yang butuh tempat. Lalu saya panggil jamaah yang sepertinya dari Banghladesh. “Sini.” kata saya sambil isyarat takbiratul ihram. Jamaah itu bergegas mendekat dan langsung memeluk saya. “Shollu.” kata saya.
Saya pun bergerak menerobos jamaah hendak keluar Raudah. Niat saya akan keluar masjid mencari kubah hijau. Kubah sebagai penanda jika ada makam Rasulullah SAW.
Saya keluar ke arah depan Raudhah. Kemudian mengikuti arus yang akan keluar masjid. Desakan jamaah kenapa semakin padat.
Lalu, tanpa terasa. Saya sudah berada di tengah jamaah yang hampir semuanya menangis. Padahal belum keluar masjid. Mereka semua bersahutan menyebut; Assalamualaika ya Rasulullah. Assalamualaika ya Habiballah.”
Deg!!!. Saya langsung tertegun. Ya Allah… ini makam Rasulullah, pekik saya. Semakin yakin ketika ada tulisan Arab, di sini tempat mengucapkan salam ke Rasulullah. Mendadak air mata mengucur. Saya ucapkan salam. Saya baca shalwat. Saya sampaikan salam dari semua jamaah yang menitipkan salamnya.
Ya Allah… aura demikian emosional. Jamaah yang berdesakan, Semua jamaah menangis. Atau sembab matanya. Melambaikan tangan seperti menyapa langsung pimpinan mereka, manusia kekasih Allah. “Wahai Rasulullah… saya sudah disini. Sepanjang hidup saya membaca shalawat dan itu hanya untukmu.”
Desakan arus membuat kami bergeser. Mengarah keluar masjid melalui pintu besar di sisi makam Rasulullah. Jamaah di luar masjid masih padat, sebagian mencari lokasi kosong dan menghadap kiblat. Mengangkat tangan untuk menuntaskan doanya.
Saya ikut menepi. Dan menuntaskan doa atas kerinduan Rasulullah.
Saya sama sekali tak menyangka, demikian mudah masuk Raudah dan kemudian sampai makam nabi. Bayangan saya, kami harus keluar masjid lebih dulu untuk bisa berziarah ke makam Rasululah. Tetapi ternyata…. saya menemukan persis sekeluar Raudah.
“Terima kasih ya Allah.”
Saya sedikit berbalik, dan menyaksikan kubah hijau di atas makam Rasulullah yang demikian megah. Kubah Hijau yang kami bayangkan sejak sebelum berangkat ke Madinah. Allahumma sholli alaih.
Saat ini mungkin agak berbeda. Ketika untuk masuk Raudhah harus menggunakan surat izin atau tasrih
Selamat berhaji kawan…
Bekasi, 03 Mei 2025
Penulis : Chotim Wibowo (IPHI Kota Bekasi)