Intisarinya tulsan Otong Calon Gubernur Jawa Barat (1); Ahmad Syaikhu sejak kecil memang sudah terbina untuk disiplin beragama, menimbah ilmu, bergaul luas dan berperilaku baik, dan selalu andap asor kepada siapa pun, sehingga ia memberkaskan kenangan yang kuat bagi yang pernah mengenalnya.
Usai berziarah ke makam Ibunda Almarhumah Nafi’ah binti Thohir, Ahmad Syaikhu dan rombongan berziarah ke makam sang kakek, KH. Abul Khoir yang terletak masih di daerah Ciledug.
Komplek pemakaman sang pahlawan yang tak terlalu luas itu nampak tertata dan terawat rapih. Menurut warga sekitar, pemakaman ini ramai dikunjungi penziarah tiap malam jum’at atau hari – hari khusus tertentu.
Sisi kiri pemakaman, ada masjid besar yang dikelolah secara baik. Di lokasi ini juga tinggal beberapa saudara dan kerabat, juga teman kecil Ahmad Syaikhu. Dari penuturan temannya inilah sisi lain Syaikhu terungkap bahwa ia harus dijemput temannya untuk pergi ke sekolah setiap hari, dan untuk tugas itu sang teman diberi sarapan pagi dan uang bekal sekolah oleh nenek dan/atau ibu Syaikhu.
“Tapi beliau pintar sejak kecil, pandai bergaul dan amat menonjol diantara kami,” ujar sang teman sambil berkelakar – sebuah pertanda bahwa Ahmad Syaikhu cakap memelihara tali silaturahmi dengan teman-teman semasa kecil sekali pun, sehingga suasana kekeluargaan tetap cair dan terpelihara dengan baik meski kini dipisahkan jarak dan jejak kehidupan.
Warga sekitar pun menyambut kedatangan Syaikhu dengan suka cita dan penuh keakraban – sebuah sinyal kebanggaan dan sekaligus pertanda bahwa Syaikhu adalah bagian dari harapan mereka di waktu lalu, kini dan mendatang.
Kilatan – kilatan realitas tersebut seperti meneguhkan bahwa Syaikhu kecil telah mengindikasikan bahwa ia adalah pusat energi bagi sekelilingnya. Pada saat itu, mungkin tak seorang pun menyadarinya bahwa Si Otong sejatinya telah memiliki indikator sebagaimana pandangan sejarawan Skotlandia Thomas Carlyle pada abad 19 bahwa para calon pemimpin secara inheren dikaruniai kualitas-kualitas khusus yang membantu mereka meninggalkan kesan pada masyarakat.
Setidaknya itulah yang dapat saya tangkap, meski perjalanan napak tilas itu terbilang singkat dan bergegas, tapi karena sinyalnya cukup kuat, maka tak terlampau sulit untuk menelisik kedalaman siapa sebenarnya Syaikhu sewaktu kecil.
Titik tuju berikutnya adalah fase Syaikhu Ketika remaja, dimana pada hari itu juga ia menuju lokasi dimana rekan-rekan sewaktu duduk di bangku SMAN Sindanglaut telah menunggunya untuk bereuni dan menumbuhkembangkan ikatan silaturahmi.
Tiba di lokasi, ratusan alumni SMAN Sindanglaut telah berkumpul dan menunggunya yang agak telat datang lantaran jalanan yang rusak dan macet. Ini tentu bukan pemandangan yang biasa, sebab ratusan alumni yang mulai menua dan tinggal berpencar di berbagai penjuru, juga tentu dengan berbagai problematikanya masing-masing, rela menunggu seorang teman dalam sengatan udara yang panas dan lembab.
Sebab itu, saya memilih posisi berbaur di tengah-tengah alumni agar memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang Syaikhu sewaktu remaja. Alhasil, sosok Ahmad Syaikhu sewaktu SMA adalah pribadi yang selain pintar, ia juga aktif mengikuti dan menjadi pengurus Organisasi Siswa Intra sekolah (OSIS) dan berbagai kegiatan terorganisir lainnya, karena itu ia popular.
Ini berarti, selain sudah membawa bakat kepemimpinan, ia juga mengasah bakat itu ketika menginjak remaja. Sebuah kombinasi yang apik antara pendekatan great man theory yang menyatakan bahwa pemimpin muncul sebab bakat yang mendukung sifat sebagai pemimpin, dan mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin, yang dikombinasi dengan pendekatan leaders are made yang menandaskan bahwa bakat akan menjadi — bila kemudian dibentuk, dilatih dan diasah sehingga menjadi pemimpin sesungguhnya.
(berlanjut ke tulisan selanjutnya).
Oleh : Imam Trikarsohadi