M. Hasibuan merupakan salah satu tokoh pejuang yang dulu meniti karirnya di Tanjung Priok sebagai pasukan TNI Angkatan Laut. Beliau banyak berperan dalam perjuangan tetapi kemudian setelah agresi militer 1947-1948. Mayor Hasibuan kemudian seiring dengan munculnya daerah RIS dan RI maka Batavia termasuk Tanjung Priok menjadi bagian dari RIS
Oleh sebab itu, seluruh pasukan kemudian bergerak termasuk Mayor Hasibuan ke Bekasi dan kebetulan singgah disekitar lingkungan pondok pesantren KH. Noer Ali bahkan istri beliaupun salah satu dari kerabat ajudannya KH. Noer Ali sehingga kedekatan Mayor Hasibuan dengan Kyai Noer Ali sangat dekat.
Dan setelah kemerdekaan kemudian Mayor Hasibuan ini diangkat sebagai ketua DPRD Kabupaten Bekasi pada tahun 1950. Peranan ini tentunya sangat besar dan akhirnya dari Pusjarah TNI Angkatan Laut meminta untuk melakukan pemugaran.
Tim ahli cagar budaya kemudian meminta kepada ahli waris apabila ini di pugar maka makam ini tidak bisa dikategorikan sebagai benda cagar budaya, karena syarat benda cagar budaya itu dalam pasal 5 UU nomer 11 tahun 2010 dia harus berusia 50 tahun.
“Walaupun dari sisi usia sudah 50 tahun tetapi di pasal 5 itu tidak boleh ada perubahan bangunan ataupun pemugaran. Jadi ada semacam point yang kurang dalam menentukan benda cagar budaya makam M. Hasibuan ini untuk ditetapkan sebagai benda cagar budaya Bekasi,” ujar Andi Sopandi selaku anggota tim ahli cagar budaya Kota Bekasi, dikutip bekasiguide.com, Rabu, 10 Juli 2024.
Namun, lanjut Andi, seperti halnya kasus kasus lain makam ini tetap memiliki arti sejarah dan pendidikan, sehingga tim ahli cagar budaya tidak menetapkan sebagai benda cagar budaya tetapi tetap diperlakukan sebagai objek benda sejarah yang pengelolaannya bekerjasama antara Dinas Pariwisata dan Budaya (Disparbud) dengan Dinas Sosial (Dinsos) terkait dengan nilai nilai kejuangan, kepahlawanan dan kesejarahan. Sehingga 2 opsi inilah yang dihasilkan ketika tim ahli cagar budaya melakukan sidang rekomendasi penetapan cagar budaya Kota Bekasi.
Makam M. Hasibuan berdasarkan hasil temuan dan kerjasama dengan Pusjarah TNI Angkatan Laut kemudian di pugar, posisinya persis berada dibelakang pemakaman masjid Agung Al Barkah Alun-alun Kota Bekasi dan sudah di pugar oleh Pusjarah TNI Angkatan Laut.
Adapun kajian untuk kedua benda cagar budaya ini (suiker molen dan makam M. Hasibuan) sudah ada karena waktu yang diberikan untuk pengkajian itu hanya 30 hari berdasarkan peraturan kementerian pendidikan. Setelah pengkajian formatnya juga sudah ditentukan tidak dalam bentuk buku tetapi dalam bentuk *format khusus* sebagaimana ditetapkan oleh permendikbud.
Setelah itu dilakukan sidang rekomendasi dan hasilnya tim ahli cagar budaya akan membuatkan surat kepada Wali Kota Bekasi sebagai surat rekomendasi dan harus dipelajari oleh kepala daerah dan berdasarkan undang undang dan peraturan menteri dalam negeri dan kemendikbud waktu antara surat rekomendasi dan penetapan oleh Wali Kota Bekasi adalah 30 hari juga.
“Jadi mudah mudahan dalam 30 hari ke depan sudah mulai ditetapkan oleh pak Wali Kota dan hasil dari kajian kami ini kedepan kami berharap ada beberapa ODCB (objek diduga cagar budaya) yang harus dilakukan secara bertahap,”
“Kita berharap *dari 76 ODCB* tidak hanya 2 obyek setiap tahunnya, sebab kalo hanya 2 ODCB per tahun, maka butuh waktu 35 tahun untuk menyelesaikannya menjelaskan semua ODCB tersebut, kita berharap 5 sampai 8 ODCB setiap tahunnya walaupun memang dilihat dari waktu kajian itu hanya 30 hari sementara tim ahli cagar budaya hanya 5 orang, TaCB harus berjibaku untuk melakukan kajian mendalam,”
Itulah tugas pokok kami tim ahli cagar budaya agar masyarakat Kota Bekasi dengan generasi yang ada dapat mengetahui tentang keberagaman cagar budaya Kota Bekasi. Mudah mudahan ini menjadi sebuah gerbang baru buat kita untuk membuka tabir sejarah keagungan, kemegahan dan kejayaan Kota Bekasi.