Oleh : Imam Trikarsohadi
Dalam kehidupan kita sehari – hari, tentu, kita pernah atau seringkali mendapati orang yang lompat dari satu penipuan ke penipuan lainnya. Dan, kalaupun ia berbuat baik, itu ditujukan untuk kepentingan diriya dan/ atau berpura-pura. Perilaku demikian merupakan salah satu ciri utama seorang pecundang. Jangan kan orang lain, karena dirinya pun ia tipu. Ciri lainnya adalah tukang hasut.
Pertanyaannya, apakah seorang pecundang akan sukses ? jawabnya tidak akan pernah Karena tidak ada patokan nilai yang ia pegang. Seorang pecundang biasanya selalu menghadapi kegagalan. Ketika gagal, ia cenderung menyalahkan orang lain, enggan melakukan perbaikan, dan selalu terlilit dengan masalah yang sama dari waktu ke waktu.
Ia akan selalu lari dari persoalan menuju persoalan baru tanpa ada upaya sungguh-sungguh mencari solusi. Kalau pun minta nasehat orang lain, hanya untuk mencari dukungan pembenaran atas tindakannya yang abnormal. Seorang pecundang biasanya tidak memiliki kecerdasan emosi yang baik.
Diantara salah satu ciri pecundang adalah selalu beralasan untuk gagal. Pecundang selalu punya alasan untuk gagal karena orientasinya selalu mengarah ke sana. Wajar bila kita melihat orang yang hidupnya selalu mengeluh, maka dia akan terbiasa mengeluh dengan hal apa pun. Mereka tidak pernah melihat situasi dari sudut pandang yang positif.
Ciri berikutnya, tidak pernah mengupayakan keberhasilan. Seorang pecundang itu sulit untuk mengupayakan keberhasilannya. Di dalam diri mereka tidak muncul keselarasan antara angan-angan dan perbuatan. Mereka hanya pandai berkhayal, namun malas menghargai proses.
Seorang pecundang juga selalu menginginkan keberhasilan instan, sebab itu berbagai cara kotor dilakukan untuk memenuhi hasratnya, seperti lewat korupsi, menipu orang, scamming, dan lain-lain. Pecundang cenderung minim aksi dan enggan mencari solusi. Sang pecundang juga tidak pernah konsisten bersikap.
Sebab itu, perjuangan seorang pecundang hanya dalam rangka kepentingan duniawi semata. Dia melupakan tujuan yang hakiki yaitu untuk meraih ridha Allah swt. Rasulullah saw bersabda “ Setiap amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan”. Seseorang yang berjuang bukan karena selain Allah, sangat mungkin dia memiliki niat untuk mendapatkan harta, tahta dan wanita. Akibatnya jika semua targetnya itu sudah tercapai maka dia akan berhenti berjuang. Perjuangan bukan karena selain Allah akan menumbuhkan sikap pragmatis, egois dan individualis pada dirinya karena tujuannya adalah untuk meraih kenikmatan dan kesenangan pribadi sehingga sangat mungkin mengorbankan orang lain dan kepentingan bersama demi kepentingan pribadinya.
Sebab itu pula kepribadian pecundang sangat lemah dan tidak memahami hakikat dan urgensi perjuangan untuk meraih kemenangan. Parahnya, ia rela dicaci maki dan dihinakan hanya karena urusan syahwat misalnya.
Para pecundang adalah orang yang tidak disiplin dan suka menunda. Akibat suka menunda – nunda persoalan, maka hidupnya semaki hari kian dililit berbagai persoalan.
Para pecundang adalah juga mayoritas hanya bisa bicara, bahkan cendrung besar mulut. Tapi tidak ada bukti dan realisasi yang nampak dari kerja yang dilakukannya. Tidak sesuai antara perkataan dan perbuatannya. Omongan besar kerja kecil. Omongan besar hasil nihil.
Pecundang juga mudah goyah oleh rayuan dan mudah lari oleh kesulitan. Sehingga mereka tidak bertahan lama dalam suatu keadaan dan perjalanan. Mereka cendrung mencari aman dan bersikap pragmatis. Mereka berbuat kalau jelas menguntungkan bagi dirinya untuk sesaat saja. Akibatnya mereka akan selalu keluar jalur dan melenceng dari tujuan semula.
Yang juga gawat dari perilaku pecundang adalah selalu lari dari tanggung jawab dan amanah yang diberikan padanya. Atau mereka berpura-pura bekerja dan pura-pura beriman, sedangkan dibelakang mereka mencemooh dan tidak mau bekerja. Padahal Allah swt melarang berkhianat terhadap Allah dan Rasul-Nya dan berkhianat terhadap amanah yang diberikan padanya. (QS Al anfaal : 27).
Tragisnya, pecundang tidak lagi bisa membedakan mana ucapan, nguap, ngeden dan kentut. (*)