BEKASI– Pengurus Islamic Centre Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, mengunjungi Islamic Centre Bekasi, Rabu (02/11/2022). Natuna ingin belajar dari Bekasi terkait pengelolaan Islamic Centre.
“Kami ingin belajar, bagaimana pengelolaan Islamic Centre di sini,” kata Sudirman, M.Pd dalam perbincangan dengan Pengurus Islamic Centre di Kantor Yayasan Nurul Islam KH Noer Alie.
Kunjungan mereka diterima oleh Ketua Pengurus Yayasan Nurul Islam KH Noer Alie (Islamic Centre Bekasi), DR. KH. M. Abid Marzuki M.Ed didampingi Sekretaris dan Kabid Hukum, Kabid Dakwah dan Kabid Usaha.
Sudirman adalah Kepala Bagian Kesejahteraan Sosial di Kabupaten Natuna, didampingi Anis Kurniawan S.I.P dan Abdul Kadir Jaelani. Menurutnya selama lima tahun terakhir setelah Kawasan Islamic Centre Natuna diresmikan penggunaannya, masih belum optimal.
Misalnya, semua pengurus diambil dari ASN tiap SKPD. Budgeting pemeliharaan didibebankan kepada masing-masing SKPD. Bahkan untuk pemasangan sound system harus menunggu anggaran dari APBD.
Memang lahan dan pembangunannya awalnya sepenuhnya dari anggaran Pemda Natuna. Honor pengurus dan karyawan, operasional, pemeliharaan sepenuhnya dari APBD. Langkah ini mereka rasakan menimbulkan ketergantungan kepada APBD alias menjadi tidak kreatif.
Dari sisi syiar, Bupati Natuna yang begitu besar perhatiannya pada Islamic Centre sampai memerintahkan agar tiap SKPD secara bergantian melaksanakan shoolat berjamaahnya di masjid ini. Hal ini semata-mata karena menginginkan agar bangunan megah ini bisa beropersi sesuai fungsinya.
Dalam perbincangan, Abid Marzuki menyambut baik keinginan delegasi tim dari Natuna ini. Menurutnya, Islamic Centre siap sepenuh hati untuk membantu saran dan masukan yang dibutuhkan. “Bahkan jika diperlukan kami siap mengasisteni proses penguatan Islamic Center di Natuna ini,” kata Abid Marzuki.
Sejauh ini, Islamic Centre yang berdiri di hampir semua kota dan kabupaten atau di tingkat provinsi terdiri dari dua model pengelolaan. Pertama, sepenuhnya bergantung pada anggaran Pemda setempat.
Sehingga semua kegiatan dan operasional ditentukan oleh pemda melalui bidang yang ditugaskannya.
Akibatnya, beban anggaran tergantung pada APBD. Konsekwensinya, Ketika terjadi gangguan anggaran, seperti pada covid kemarin, budget itu pun terganggu.
Model kedua seperti yang terjadi di Islamic Centre Bekasi ini. Di sini hanya lahan yang milik Pemerintah Kota. Sementara pengelolanya adalah Yayasan yang independen, yang sepenuhnya membiayai kegiatan operasional dan pembangunannya sendiri.
“Bahkan kalau tampak pembangunan masjidnya yang belum jadi juga, karena memang Yayasan mencari sendiri sumber dana pemnbangunannya dari masyarakat,” kata Abid Marzuki. (chotim)