Kekeringan melanda hamparan persawahan di Kecamatan Tambelang sejak beberapa bulan terakhir. Kekeringan itu dipicu oleh debit air pada Saluran Sekunder (SS) Bulak Mangga ke Kali Pisang batu yang tersendat karena belum di normalisasi.
Akibatnya, tanaman padi yang berusia satu minggu hingga dua bulan terancam gagal panen. Sebanyak lima desa terdampak kekeringan, diantaranya desa Sukamaju, Sukarapih, Sukaraja, Sukarahayu dan Sukabakti.
Salah satu petani di Kampung Balong Ampel, Desa Sukarahayu, Warna (40) mengaku merugi sebesar Rp 20 juta. Kerugian itu merupakan biaya produksi penanaman padi di sawah garapannya seluas 2,2 hektar yang kini telah gagal panen. Kegagalan panen akibat buruknya saluran irigasi ini juga dirasakannya pada tahun lalu.
“Kalau gagal panen sudah hampir dua tahun gagal mulu. Kalau kita punya ternak ya ngandelin ternak tapi tar ujungnya jualin ternak, habis. Bagaimana petani mau nutupin. Normalnya 2 hektar itu menghasilkan 14 ton gabah, sekarang cuma 4 kwintal,” kata Warna di Tambelang, Rabu, 14 Agustus 2024.
Sementara, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Sukarahayu, Risam membenarkan bahwa kekeringan ini disebabkan oleh belum di normalisasinya saluran irigasi yang menuju area persawahan di Tambelang. Setidaknya seluas 1.500 hektare sawah kekeringan pada musim ini.
“Kami misalnya memelihara ternak, ayam dan kambing untuk bisa menanggulangi kesusahan kami. Dan ada anak kami bisa bekerja itu bisa membantu kami untuk bertahan,” kata Risam.
Produksi beras yang dihasilkan oleh kelompok tani Desa Sukarahayu ini apabila normal mencapai 7 ton per hektar. Namun musim kekeringan sekarang, dikatakan Risam, produksi padi tidak menentu, bahkan hanya mencapai 2 ton, tergantung kondisi air dan hujan.
“Saat ini sudah ada yang nebar, udah ada yang tandur seperti ini keadaannya. Kemarin aja habis Rp10 juta satu hektar. Perhitungan dari biaya modal, traktor, tandur, kurang lebih Rp10 juta,” keluhnya.
Risam bersama petani di lima desa lainnya berharap, Pemerintah Kabupaten Bekasi dapat melakukan normalisasi pada Ss Bulak Mangga dan Kali Pisang batu yang menjadi satu-satunya tumpuan petani untuk mengairi hamparan persawahan. Dengan kondisi Kali Pisang batu yang sekarang, petani juga tidak dapat menyedot air menggunakan pompa karena lebih banyak lumpur dibanding air.
“Walaupun mesin dibanyakin karena memang sumber airnya enggak ada, kan gak bisa nyedot. Apa kita bisa nyedot lumpur kan gak mungkin. Maka dari itu dengan harapan kami, kami bisa menjangkau Kali pisang batu dan bulak mangga karena itu jalur kami. Kendalanya ada jalur pisang batu sepanjang 3,5 kilometer yang belum dinormalisasi,” tandas Risam.