Ketika melihat fenomena di lapangan seputar kedekatan seorang siswa dengan gurunya luar biasa, apalagi pada jenjang PAUD dan Pendidikan Dasar. Bagaimana tidak, di setiap pagi mereka disambut dengan pujian, senyum dan salam bahkan pelukan (yang sama gender) oleh gurunya, ditanyakan kabarnya, ditanya sudah sarapan apa belum dan pertanyaan menyejukkan lainnya. Maka kondisi psikologi siswa juga akan menemukan good mood untuk siap berinteraksi di sekolah baik dengan guru dan kawan-kawannya.
Sering kita mendengar kalimat yang diucapkan seorang siswa PAUD dan Sekolah Dasar, “Kata bu Guru….. dan seterusnya “. “ Kata Pak Guru begini…begini…”
Ini menyiratkan makna dimana guru merupakan sosok yang sangat didengarkan oleh siswa (peserta didiknya). Dan, hal tersebut akan diingat betul oleh seorang anak apa yang dikatakan oleh gurunya. Berkaitan hal tersebut di atas maka tidak mudah untuk guru karena harus mempunyai kualifikasi tertentu. Sehingga tidak semua orang mampu menjadi seorang guru, apabila tidak ada kualifikasi terkait tuntutan profesi guru.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan tertentu (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2001:603).
Menurut UU No.14 Tahun 2005 disebutkan bahwa Guru adalah Pendidik Profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kedekatan secara emosional dikarenakan bukan hanya karena intens pertemuan dari seorang siswa dengan gurunya dari pagi hingga siang atau sore, tetapi lebih kepada amanah yang diterima oleh seorang guru ketika orang tua siswa mengantarkan putra putrinya ke sekolah pada hari pertama masuk sekolah
Proses Pendidikan yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah juga melibatkan emosional guru dan siswa karena rasa nyaman, rasa percaya, rasa sayang dan rasa tanggung jawab serta keprofesionalisme menjadi dasar dalam melakukan tugasnya sehingga dapat menjadi fasilitator yang baik dan tepat untuk siswa.
Undang-undang No.20 Tahun 2003, Pasal 39 (2) menjelaskan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.
Tenaga pendidik meliputi guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. (UU No.20 tahun 2003 pasal 1).
Menurut penulis, selain kualifikasi guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, guru sebaiknya mempunyai kualifikasi lain yang tak kalah penting yaitu berperan sebagai sahabat siswa, dan orang tua pengganti di sekolah. Menjadi seorang pengajar adalah mentransfer ilmu melalu proses pembelajaran yang dilengkapi administrasi layaknya seorang guru, sedang seorang pendidik lebih dari itu.
Pendidik bukan hanya menyampaikan materi tetapi terlibat langsung dalam memberi pemahaman dari yang belum tahu menjadi tahu. Dari yang belum mengerti menjadi mengerti, dan dari yang belum paham menjadi paham.
Sedang seorang guru juga pembimbing yang mengawal proses siswa dalam pembelajaran baik dalam pengetahuan ataupun dalam pembentukan karakter sebagai hal yang vital dalam pendidikan. Pembentukan Karakter dalam pembiasaan di Sekolah sangat penting. Program pendukung menjadi unggulan, misalnya : pembiasaan salam, sholat dhuha, makan bersama ketika istirahat dengan berbagi, saling membantu dan peduli, dan sabagainya
Sejalan dengan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Guru sebagai sahabat siswa di sini maksudnya adalah guru mempunyai peran yang menciptakan kenyamanan terhadap siswa sehingga siswa dapat menyampaikan unek-uneknya dengan tanpa rasa khawatir, karena keterbukaannya siswa dapat meminimalisir masalah. Dari sisi positifnya, siswa tidak akan mencari pendampingan dari jalur yang salah bila hal ini tetap dilakukan sesuai kaidah-kaidah positif.
Guru sebagai orang tua pengganti di sekolah, mempunyai peran lebih kepada penerima amanah dari orang tua ketika mengantarkan putra putrinya hingga pagar sekolah, maka penjagaan anak beralih ke guru atau sekolah. Amanah ini luas artinya karena kenyamanan anak sangat penting tanpa melampui batas amanah yang diterima guru. Adanya komunikasi antara orang tua siswa dan guru menjadi garis hubung yang tak dapat diabaikan. Kuncinya adalah kepercayaan satu sama lain sehingga terjadi pengertian dan hubungan yang harmonis antara sang pemberi amanah dan si penerima amanah, yaitu guru.
Begitu detail dan istimewa tugas guru, yang meliputi bukan hanya tanggung jawab mengenai proses kegiatan belajar mengajar (KBM) saja tetapi yang lebih berat dari itu adalah tanggung jawab non teknisnya yang berkaitan dengan amanah menyeluruh selama di sekolah. Karena hal inilah jika bukan panggilan hati tak akan seseorang menjadi guru, karena sangat tidak mudah.
Sebagai penutup dari penulis, semoga semua guru dengan ilmu yang telah ditransfer kepada siswanya serta peran lainnya yang telah dilakukan dengan baik, Allah SWT menempatkan pada golongan orang-orang yang amanah dan keberkahan ada pada Bapak dan Ibu Guru kita.
Penulis : Dr. Sarmini, S.Pd.,MM.Pd