BEKASI- Euforia berhasil ‘kalahkan’ Fraksi Golkar Persatuan, begitulah suasana paska sidang paripurna penetapan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPRD Kota Bekasi pada Jum’at (4/10) kemarin. Bahkan ada beberapa status di media sosial yang menuliskan bahwa partai Penguasa di Kota Bekasi terlalu asik di zona nyaman dengan percaya melalui komitmen yang sempat dibangun, sehingga lupa melakukan lobi-lobi politik sebelum AKD terbentuk.
Tak lupa ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa sosok Ketua DPD Golkar Kota Bekasi, Rahmat Effendi yang sempat marah dan kecewa dengan seluruh elemen Fraksi Golkar Persatuan yang tidak berhasil mengamankan jatah pimpinan AKD DPRD Kota Bekasi.
Apa betul ada sosok ketua DPC PDIP yang juga Wakil Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto dibalik gagalnya Fraksi Golkar Persatuan untuk meraih posisi di AKD DPRD Kota Bekasi.
Ada sumber mengatakan posisi Tri sebagai ketua DPC PDIP menjadi sentral untuk membangun komunikasi dengan beberapa partai untuk merebut AKD dari Fraksi Golkar Persatuan. Partai tersebut adalah PKS, PAN, Demokrat dan PKB yang secara otomatis berada di dalam tubuh Fraksi PDIP DPRD Kota Bekasi.
Menurut sumber tersebut, Tri diharuskan menggagalkan Fraksi Golkar Persatuan untuk meraih kursi AKD dan ini merupakan ujian pertama Tri untuk membangun komunikasi dengan keempat fraksi lainnya. Dengan bermodalkan 34 kursi secara keluruhan dari 4 fraksi tersebut Tri diminta komitmen untuk memuluskan jalan pemetaan pembagian kursi AKD.
Betul saja, paska rapat perkomisi dimana semua komisi sudah disiapkan sistem musyarawah dengan paket yang terdiri Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi.
Seperti komisi 1, Demokrat berhasil menaruh Sosok Sekretaris DPC Demokrat Abdul Rozak atau biasa disapa Bang Jack untuk menjadi Ketua Komisi. Kemudian PAN menaruh Aminah sebagai Wakil Ketua Komisi, dan posisi Sekretaris ditempati PKS yang menaruh sosok Ketua DPRD sementara Syaifudaullah.
Komisi 2 berjalan sebagaimana mestinya, posisi Ketua dipegang Ketua PAC PDIP Bekasi Utara Arief Rahman Hakim, sedangkan untuk posisi Wakil Ketua kembali di dapat Demokrat dengan menaruh politisi senior Sodikin dan posisi Sekretaris Komisi dipegang Alimudin dari PKS.
Kejutan terjadi di Komisi 3, Sosok Sholihin yang santer dan digadang-gadang akan memimpin komisi 3 harus rela posisinya dipegang oleh Politisi senior PAN, Abdul Muin Hafiedz. Sedangkan untuk Wakil Ketua diberikan kepada Ketua Fraksi Gerindra Puspayani dan Sekretaris ditempati Politisi PDIP, Nuryadi Darmawan.
Untuk Komisi 4 yang menjadi komisi yang sempat menjadi bahan rebutan PDIP dan PKS sebelum akhirnya PKS yang berhasil menaruh sosok politisi PKS yang juga penggiat pendidikan Sardi Effendi sebagai Ketua Komisi. Dan PDIP menaruh Wakilnya Rudi sebagai Wakil Ketua, Sedangkan Posisi Sekretaris diamankan PAN dengan menaruh Evie Mafriningsianti.
Sedangkan untuk dua badan menjadi miliki PDIP dan PKS. Badan Pembuat Peraturan Daerah (Bampeperda) diketuai Politisi PDIP Nicodemus Godjang. Dan untuk Badan Kehormatan Dewan diketuai oleh Politisi PKS yang meraih suara terbanyak dalam Pileh 2019 ini yaitu Lilis Nurlia.
Melihat komposisi ini tentunya secara hitung-hitungan politis, berat untuk Pemerintah dalam hal ini Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi untuk bisa mengamankan kebijakannya karena hampir semua AKD di dominasi Partai di luar Fraksi Golkar Persatuan.
Namun begitu apa benar algoritma politik berbicara seperti itu, ternyata hal tersebut hanyalah desain politik yang ingin dibangun oleh PDIP dan PKS agar Golkar kedepan harus melihat posisi bahwa AKD saat ini didominasi PDIP dan PKS. Jadi semua kebijakan pemerintah harus betul-betul melibatkan mereka termasuk dalam hal proses pengganggaran Kartu Sehat serta begitu besarnya pengeluaran belanja langsung untuk biaya gaji Tenaga Kerja Kontrak dilingkungan Pemerintah Kota Bekasi.
PDIP sebagai bagian pemerintah yang menempatkan sosok ketua DPC PDIP, Tri Adhianto sebagai Wakil Wali Kota Bekasi, tentunya tidak ingin dirugikan dengan kebijakan Wali Kota untuk menjaga peluang Tri dalam menghadapi Pemilihan Kepala Daerah Kota Bekasi selanjutnya.
Pun begitu, Rahmat Effendi sebagai Wali Kota dan politisi ulung tentunya sudah membaca pergerakan politik seperti ini. Pertanyaannya apakah segitu kagetnya Rahmat dengan komposisi AKD saat ini?. Dan mengapa dirinya tidak melakukan langkah politik lanjutan setelah adanya manuver dari beberapa partai yang dimotori oleh Tri Adhianto yang dikenal sebagai sejawat dan karibnya Rahmat Effendi.
Ada dua analisa yang penulis dapatkan dengan kejadian Fraksi Golkar Persatuan sama sekali ditinggalkan oleh Fraksi lainnya. Pertama, beban anggaran pemerintah Kota Bekasi yang begitu besar dari beberapa kebijakan politik yang digaungkan oleh Rahmat Effendi setelah terpilih kembali menjadi Wali Kota untuk periode keduanya seperti Kartu Sehat, Anggaran TKK, bantuan anggaran biaya bangunan kepada lembaga vertikal, dan masih banyak lagi. Rahmat memerlukan evaluasi anggaran dan hal itu bisa dilakukan oleh DPRD, jikalau evaluasi itu dilakukan oleh Fraksinya sendiri di DPRD maka hal tersebut sama saja membuat masyarakat kecewa dengan janji politik Rahmat Effendi. Bahasa lain adalah Wali Kota ingin ada evaluasi kebijakan melalui DPRD dalam bahasa lainnya “cuci tangan” kebijakan melalui fraksi lain di DPRD.
Analisa kedua adalah Rahmat tidak mempercayai semua sosok anggota Fraksi Golkar Persatuan untuk duduk di posisi ketua Komisi sebagai bagian untuk mengawal kebijakan Pemerintah Kota Bekasi. Toh begitu, siapapun yang duduk di ketua komisi dan dari partai apapun tetap nahkoda politik berada di dalam genggaman Rahmat Effendi.
Kesimpulannya, banyak diluar sana yang menyangka bahwa kejadian ini (Fraksi Golkar Persatuan) sama sekali tidak mendapatkan jatah pimpinan Komisi merupakan kekalahan telak seorang Rahmat Effendi dalam hal gagal melobi partai lain. Atau berbicara komitmen yang kerap digaungkan politisi PPP yang juga anggota Fraksi Golkar Persatuan, Sholihin seperti menepuk air terkena muka sendiri pasalnya banyak politisi yang kecewa atas bangunan komitmen yang dilakukan oleh Rahmat Effendi sehingga mereka membangun lobi diluar Fraksi Golkar Persatuan.
Namun begitu, kembali bahwa pengalaman Politik seorang Rahmat Effendi sudah sangat tidak diragukan lagi, jika dia kecewa pasti ada imbas politik yang akan terjadi. Namun jika ini merupakan bagian desain politiknya hal ini sah-sah saja karena politik adalah kepentingan. (TIM)